Masih ingatkah kalian pengertian bahasa?
Bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para
anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerjasama, berkomunikasi dan mengidentifikasi
diri. Bahasa ialah sistem tanda bunyi yang digunakan pemakainya untuk berkomunikasi
dan untuk berbagai keperluan lainnya. Menurut Harimurti
Kridalaksana dan Hermina Sutami dalam
buku Pesona Bahasa, Langkah Awal
Memehami Linguistik (2005),
pengertian bahasa di atas menunjuk kepada bahasa lisan, sistem tanda bunyi
mengarah kepada bahasa lisan. Menurut Harimurti Kridalaksana dan Hermina
Sutami dalam buku yang sama ada
dua wujud bahasa, yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Unsur utama bahasa tulis
adalah tulisan, sedangkan unsur utama bahasa lisan adalah bunyi (ujaran). Kedua
wujud bahasa itu bersifat saling melengkapi, kehadiran bahasa tulis didasarkan
akan kebutuhan
manusia untuk dapat mengingat peristiwa penting
dalam jangka panjang. Daya ingat manusia terbatas, manusia merekam peristiwa penting
dalam bahasa tulis, sehingga dapat mengingatnya dalam waktu yang sangat lama selama
tulisan itu ada.
Kemampuan berbahasa yang pertama kali
dikuasai manusia adalah kemampuan berbahasa lisan. Sebelum seorang manusia
mengenal dan memasuki sekolah, ia telah dapat menggunakan bahasa lisan. Seorang
anak yang belum sekolah berkomunikasi dengan mudah bisa menggunakan bahasa
lisan pada siapapun. Bahkan sampai akhir hayatnya manusia tetap menggunakan
bahasa lisan dalam kehidupannya. Bahkan peradaban manusia dimulai dengan bahasa
tulisan, dan sampai sekarang masih banyak masyarakat bahasa yang mengandalkan
bahasa lisan dalam mengembangkan dan mewariskan kebudayaannya. Bila
dibandingkan, manusia dalam hidupnya lebih banyak menggunakan bahasa lisan dari
pada bahasa tulisan. Sangatlah tepat pendapat Harimurti
Kridalaksana dan Hermina Sutami dalam buku Pesona Bahasa, Langkah Awal Memehami
Linguistik (2005), yang
mengatakan “Bahasa lisan merupakan hal utama dan mendasar yang dimiliki manusia”.
Bagaimanakah gambaran kebudayaan bahasa manusia dalam
menggunakan bahasa lisan? Gambaran itu
dapat diperoleh dengan memahami beberapa konsep yang penting dan timbul dari
penggunaan bahasa lisan. Dari zaman purba hingga jaman sekarang, hakekat
manusia sebagai makhluk sosial diantaranya diwujudkan dengan cara mencari
teman. Manusia mencari teman, manusia
bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. Proses perjalanan itu, kemungkinan
besar ia bertemu dengan orang dari masyarakat bahasa yang lain. Singkatnya orang
itu bertemu dengan orang lain yang berbeda bahasa dengannya. Pada keadaan ini
terjadilah sentuh bahasa.
1. Sentuh Bahasa
F.X. Rahyono dalam buku Pesona Bahasa, Langkah Awal
Memehami Linguistik (2005),
menggambarkan sentuh bahasa sebagai berikut; “Di dunia ini banyak terdapat masyarakat
bahasa yang berbeda bertemu,
hidup bersama-sama, dan berpengaruh
terhadap masyarakat bahasa lain.
Keadaan semacam ini menimbulkan apa yang
disebut sentuh bahasa ataukontak bahasa. Ciri yang menonjol dari sentuh bahasa ini
adalah terdapatnya kedwibahasaan (bilingualism).
Pada masyarakat Indonesia sangat sering
terjadi sentuh bahasa. Setiap waktu terjadi pertemuan dari manusia yang berasal
dari masyarakat bahasa yang berbeda. Orang Indonesia dari berbagai suku bangsa
hidup berdampingan secara damai di berbagai daerah Indonesia. Tidak
terelakkan terjadinya sentuh bahasa dari
masyarakat bahasa yang berlainan. Hal ini sudah berlangsung sejak zaman dahulu
kala. Hasilnya banyak orang Indonesia yang menguasai bahasa Indonesia dan
bahasa daerahnya. Bahasa Indonesia digunakan untuk berkomunikasi dengan
orang yang berasal dari masyarakat
bahasa lain dan bahasa daerah digunakan dengan sesama orang yang berasal dari
masyarakat bahasa yang bersangkutan. Bahkan banyak juga orang Indonesia yang
menguasai tiga atau lebih bahasa.
a. Ekabahasawan (monolingual, unilingual, atau monoglot)
adalah orang yang menguasai satu bahasa.
b. Dwibahasawan (bilingual) adalah orang yang menguasai dua bahasa.
c. Anekabahasawan (multilingual, plurilingual atau polyglot)
adalah orang yang menguasai lebih dari
dua bahasa.
2. Kedwibahasaan
Apakah yang dimaksud dengan
kedwibahasaan? B.
Suhardi dan B. Cornelius Sembiring dalam
buku Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik (2005), mengutip beberapa pendapat tokoh sebagai berikut:
a. Leonard Bloomfield (1933) mengartikan
kedwibahasaan sebagai “penguasaaan (seseorang) yang sama baiknya atas dua
bahasa”.
b. Uriel Weinreich (1968) mendefinisikan
kedwibahasaan sebagai “pemakaian dua bahasa (oleh seseorang) secara bergantian”.
c. “Einar Haugen (1966) mengartikan
kedwibahasaan sebagai ‘kemampuan (seseorang) menghasilkan tuturan yang lengkap
dan bermakna dalam bahasa lain”. Sangat sulit menemukan defini si yang tepat dan
lengkap terhadap kedwibahasaan, tetapi dari beberapa definisi di atas, ada satu
tolak ukur yang dikandungnya, yaitu kemampuan seseorang menghasilkan tuturan
dalam bahasa lain di luar bahasa ibunya.
Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai seseorang. Pada umumnya bahasa
ibu orang Indonesia adalah bahasa daerahnya. Bahasa ibu suku bangsa Makasar
adalah bahasa Makasar. Bahasa ibu suku bangsa Manggarai di Nusa Tenggara adalah
bahasa Manggarai. Bahasa suku bangsa Nias di Sumatera adalah bahasa Nias, dan
sebagainya. Bahasa kedua adalah bahasa lain diluar bahasa ibu yang dikuasai
seseorang. Bahasa kedua pada umumnya orang Indonesia adalah bahasa Indonesia. Menurut
B. Suhardi dan B. Cornelius
Sembiring dalam buku Pesona Bahasa,
Langkah Awal Memahami Linguistik (2005), penguasaan
seseorang terhadap bahasa kedua sangat tergantung pada sering tidaknya dia
menggunakan bahasa kedua itu. Penguasaannya
atas bahasa kedua itu sedikit banyak akan berpengaruh pada dirinya saat bicara.
Kelancarannya bertutur dalam tiap-tiap bahasa menentukan kesiapan untuk memaka bahasa-bahasa
yang dikuasainya secara bergantian.Penguasaaan seseorang terhadap bahasa pada
umumnya tampak saat bertutur. Seseorang yang bertutur dalam bahasa ibunya,
diselipi oleh katakata bahasa kedua yang dikuasainya. B. Suhardi dan B. Cornelius Sembiring
dalam buku Pesona Bahasa, Langkah Awal
Memahami Linguistik (2005), menyebutnya sebagai alih kode (code-switching). Alih
kode disebabkan oleh beberapa hal.
Antara lain, karena orang yang bersangkutan berlatih menggunakan suatu bahasa
tertentu dalam membicarakan suatu pokok pembicaraan tertentu. Atau karena
kurangnya kata atau istilah dalam salah satu bahasa yang dikuasainya untuk mengungkapkan
gagasannya. Contoh alih kode adalah sebagai berikut.
a. A. San, kemarin saya tunggu sampai
satu jam, kamu tidak datangdatang. Aduh, nyeri
hate pisan! Kalau memang
tidak bisa datang tidak usah janji.
B. Ya, Esih. Makanya saya sekarang ke
sini saya mau minta maaf, punten
pisan! Seueur pisan tamu di rorompok!
b. A Dik, saya dengar kabar selentingan,
lo! Wanneer vertrek je naar Holland? Nanti saya titip surat, ya?
B. Silakan, Mbak.
3. Lingua Franca
Pasti kalian sering bertemu dengan orang
yang berasal dari satu suku. Bahasa apa yang kalian gunakan ketika bertutur
(berkomunikasi). Pada umumnya saat orang Indonesia bertemu dengan orang yang
sedaerahnya (satu suku bangsa), mereka menggunakan bahasa ibu mereka, yaitu bahasa
daerahnya. Cobalah perhatikan orang lain atau orang tuamu, bahasa apa
yang mereka gunakan saat bertemu dengan
orang sedaerahnya atau orang satu sukunya?
Lantas bahasa apa yang digunakan, saat
dua orang dari masyarakat bahasa yang berlainan bertemu? Orang Makasar bertemu
dengan orang Jawa. Orang Batak bertemu dengan orang Sunda. Orang Ambon bertemu orang
Madura, dan sebagainya. Bahasa apa yang mereka gunakan untuk berkomunikasi?
Bahasa daerahnya, tidak mungkin, karena tidak dimengerti oleh peserta tutur
lainnya. Pada umumnya saat dua atau beberapa orang dari masyarakat bahasa yang
berbeda bertemu, mereka menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dipakai
sebagai bahasa
titik temu kedua belah pihak yang memiliki
bahasa ibu yang berbeda dan keduanya tidak dapat berkomunikasi menggunakan satu
pun di antara bahasa ibu mereka. Saat situasi dan kondisi demikian, bahasa
titik temu itu disebut dengan bahasa lingua
franca. Bagi masyarakat
Indonesia, bahasa lingua
franca adalah bahasa Indonesia.
4. Pijin (Pidgin)
Menurut B. Suhardi dan B. Cornelius
Sembiring dalam buku Pesona Bahasa, Langkah Awal
Memahami Linguistik (2005), pijin
merupakan ragam bahasa yang tidak memiliki penutur asli. Munculnya bahasa pijin bermula dari bertemunya dua pihak yang
ingin berkomunikasi satu sama lain, tetapi sangat berbeda bahasanya. Mereka tidak
menggunakan bahasa ketiga sebagai bahasa perantara, tetapi mereka menggabungkan
bahasa mereka menjadi bahasa sendiri yang disebut Pijin. Pijin pada umumnya digunakan sebagai
alat komunikasi antara imigran dan orang-orang lokal atau penduduk asli. Sehingga
keduanya dapat mengerti tanpa mempelajari bahasa dari kelompok lain. Diperkirakan
ada seratus pijin di dunia ini. Kebanyakan pijin dipengaruhi oleh bahasa-bahasa
Eropa, seperti bahasa Inggris, Spanyol dan Prancis. Contoh pijin yang terkenal
adalah adalah pijin Melanesia, seperti Tok Pisin di Papua New Guinea, Bislama
di Vanuatu dan Pijin di Solomon Island.
5. Kreol
Seiring dengan perubahan waktu, pijin
juga mengalami perubahan menjadi kreol. Pijin yang digunakan oleh generasi
pertama kemudia diwariskan kepada generasi berikutnya. Bagi generasi kedua dan seterusnya,
pijin berubah kedudukan menjadi bahasa ibu. Pijin yang berubah menjadi bahasa
ibu disebut dengan kreol. B.
Suhardi dan B. Cornelius Sembiring dalam buku Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami
Linguistik (2005), mengartikan kreol sebagai bahasa pijin yang memiliki
penutur asli. Pijin untuk generasi dan kreol
untuk generasi baru. Kreol juga mengalami perkembangan dari
berbagai aspek kebahasaan. Sehingga lama kelamaan, pijin sudah mulai sejajar
dengan bahasa-bahasa lain di negara yang memilikinya. Tata bahasa dan kosakata kreol mulai rumit dan kompleks.
sumber : Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar