Jumat, 24 Mei 2013

Potensi Keberagaman Budaya di Indonesia



Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk yang tercermin dari
semboyan bangsa Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan
itu mengandung arti bahwa bangsa Indonesia adalah sebuah negara yang
terdiri atas masyarakat-masyarakat suku bangsa yang dipersatukan dan
diatur oleh sistem nasional berupa bahasa, bendera, lagu kebangsaan,
dan peraturan perundangan dalam satu kesatuan Republik Indonesia.
Di antara 175 negara anggota PBB yang bersifat multietnik, hanya sekitar
12 negara yang struktur sosialnya homogen, seperti Jerman, Jepang,
dan Somalia.
Menurut Clifford Geertz, aneka ragam kebudayaan yang berkembang
di Indonesia dapat dibagi menjadi dua tipe berdasarkan ekosistemnya,
antara lain sebagai berikut.
1. Kebudayaan Indonesia Dalam
Kebudayaan yang berkembang di Indonesia Dalam, yaitu
daerah Jawa dan Bali ini, ditandai oleh tingginya intensitas
pengolahan tanah secara teratur dan telah menggunakan sistem
pengairan dan menghasilkan padi yang ditanam di sawah. Dengan
demikian, kebudayaan di Jawa yang menggunakan tenaga kerja
manusia dalam jumlah besar disertai peralatan yang relatif lebih
kompleks merupakan perwujudan upaya manusia mengubah
ekosistemnya untuk kepentingan masyarakat.
2. Kebudayaan Indonesia Luar
Kebudayaan yang berkembang di Indonesia Luar, yaitu di luar
Pulau Jawa dan Bali, kecuali di sekitar Danau Toba, dataran tinggi
Sumatra Barat dan Sulawesi Barat Daya yang berkembang atas dasar
pertanian perladangan. Ekosistem di daerah ini ditandai dengan
jarangnya penduduk yang pada umumnya baru beranjak dari
kebiasaan hidup berburu ke arah hidup
bertani. Oleh karena itu, mereka cenderung
untuk menyesuaikan diri mereka dengan
ekosistem yang ada sehingga untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat mereka
melakukan migrasi ke daerah lain. Sistem
kebudayaan masyarakat yang berkembang di
daerah ini adalah kebudayaan masyarakat
pantai yang diwarnai kebudayaan alam pesisir,
kebudayaan masyarakat peladang, dan
kehidupan masyarakat berburu yang masih
sering berpindah tempat.
1. Keberagaman Budaya di Indonesia
Posisi geografis Indonesia yang sangat strategis mendorong
terbentuknya heterogenitas budaya yang membentuk perilaku sosial,
Kerajaan yang menerima pengaruh
budaya Islam terdapat di pedalaman Jawa,
yaitu di Kerajaan Mataram. Di Kerajaan
Mataram Islam terjadi akulturasi budaya
Islam dengan budaya Hindu-Jawa yang
menciptakan campuran budaya Hindu, Jawa,
dan Islam. Meskipun secara formal penduduk
Mataram beragama Islam, namun raja
Mataram melestarikan bentuk-bentuk
budaya Hindu dalam ritual kerajaan, seperti
budaya labuhan dan sesaji.
Pada masa penjajahan, Indonesia
menerima pengaruh budaya Barat dari
sistem nilai, pandangan hidup, dan sistem kepercayaan yang
dilestarikan sebagai wujud ikatan primordial. Kepulauan Indonesia
merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang sangat ramai karena
terletak di antara dua samudra, yaitu Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik. Melalui aktivitas perdagangan antarnegara ini pengaruh
kebudayaan asing masuk ke Indonesia seperti kebudayaan India
yang membawa penyebaran pengaruh agama Buddha dan Hindu.
Selain menerima pengaruh agama Hindu, Indonesia juga menerima
pengaruh agama Islam yang disebarkan para pedagang muslim yang
menelusuri jalur perdagangan di pantai laut Hindia sampai ke Aceh
dan pantai utara Sumatra. Selanjutnya, para pedagang muslim dan
para sufi, selain berdagang juga menyebarkan agama dan budaya
Islam di Sumatra, Jawa, hingga Maluku.
penjajah Portugis, Inggris, dan Belanda yang beragama Kristen dan
Katolik. Pengaruh kebudayaan Kristen dan Katolik tersebut
berkembang di daerah Sumatra Utara, Sulawesi Utara, Toraja,
Ambon, dan Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya, kebudayaan Kristen
tersebut bercampur dengan kebudayaan masyarakat setempat.
Melihat struktur sosial masyarakat Indonesia yang beraneka
ragam budaya, etnik, ras, agama, dan bahasanya maka masyarakat
Indonesia dapat digolongkan sebagai masyarakat majemuk.
a. Kemajemukan berdasarkan Agama
Struktur sosial masyarakat Indonesia ditandai oleh
keragaman di bidang agama yang dianut oleh suku-suku bangsa
tertentu. Suku bangsa Aceh yang tinggal di Sumatra mayoritas
memeluk agama Islam, sedangkan suku bangsa Batak yang
tinggal di Provinsi Sumatra Utara mayoritas beragama Kristen.
Di lain pihak, suku bangsa Jawa, Sunda, dan Betawi yang
tinggal di Pulau Jawa mayoritas penduduknya memeluk agama
Islam. Sebagian besar penduduk Bali memeluk agama Hindu,
sedangkan mayoritas penduduk Pulau Lombok yang berbatasan
dengan Bali memeluk agama Islam. Keragaman agama dan
kepercayaan di Indonesia juga tercermin dari praktik religi dan
kepercayaan yang dianut oleh suku-suku pedalaman di Indonesia.
Misalnya, suku bangsa Dayak di Kalimantan yang masih
mempraktikkan ritual-ritual animisme dan dinamisme warisan
nenek moyang.
b. Kemajemukan berdasarkan Bahasa
Kemajemukan masyarakat Indonesia juga tercermin dari
penggunaan bahasa di Indonesia. Menurut Clifford Geertz, di
Indonesia terdapat 300 suku bangsa yang
berbicara dalam 250 bahasa. Di Jawa, suku
bangsa Sunda berbicara dengan bahasa
Sunda, suku bangsa Jawa di Jawa Tengah dan
Jawa Timur mengunakan bahasa Jawa, dan
suku bangsa Madura yang tinggal di Pulau
Madura berbicara dengan menggunakan
bahasa Madura. Di Sumatra setiap etnik
berkomunikasi dengan bahasa daerahnya
masing-masing. Suku bangsa Melayu yang
terdiri atas suku bangsa Aceh, Batak, dan
Melayu, berbicara memakai bahasa daerahnya
masing-masing. Di Provinsi Aceh,
terdapat empat macam bahasa, yaitu Gayo-
Alas, Aneuk Jamee, Tamiang, dan bahasa
Aceh yang masing-masing penuturnya tidak
dapat memahami penutur bahasa setempat
lainnya. Kemajemukan bahasa di Indonesia
juga tercermin dari penggunaan ragam bahasa khusus yang
dipakai beberapa suku-suku pedalaman di Indonesia. Menurut
Raymond Gordon, di Provinsi Papua terdapat 271 buah bahasa.
Bahasa terbesar yang dipakai di Papua adalah bahasa Biak
Numfor yang dipakai oleh 280.000 orang, sedangkan jumlah
pemakai bahasa terkecil adalah bahasa Woria yang hanya
dipakai oleh 5 orang anggota suku Woria. Selain itu, keragaman
bahasa juga terdapat di berbagai daerah di Pulau Nusa Tenggara,
Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
c. Kemajemukan berdasar Ras dan Etnik
Masyarakat awal pada zaman praaksara yang datang
pertama kali di Kepulauan Indonesia adalah ras Austroloid
sekitar 20.000 tahun yang lalu. Selanjutnya, disusul kedatangan
ras Melanosoid Negroid sekitar 10.000 tahun lalu. Ras yang
datang terakhir ke Indonesia adalah ras Melayu Mongoloid
sekitar 2500 tahun SM pada zaman Neolithikum dan Logam.
Ras Austroloid kemudian bermigrasi ke Australia dan sisanya
hidup di di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Ras Melanesia
Mongoloid berkembang di Maluku dan Papua, sedangkan ras
Melayu Mongoloid menyebar di Indonesia bagian barat. Rasras
tersebut tersebar dan membentuk berbagai suku bangsa di
Indonesia.
d. Kemajemukan Berdasar Budaya dan Adat Istiadat
Menurut van Vollenhoven, masyarakat Indonesia dikelompokkan
menjadi 23 suku bangsa yang memiliki sistem
budaya dan adat yang berbeda-beda. 23 suku bangsa tersebut,
antara lain
1) Aceh;
2) Gayo-Alas dan Batak;
3) Nias dan Batu;
4) Minangkabau;
5) Mentawai;
6) Sumatra Selatan;
7) Enggano;
8) Melayu;
9) Bangka dan Belitung;
10) Kalimantan;
11) Sangir Talaud;
12) Gorontalo;
13) Toraja;
14) Sulawesi Selatan;
15) Ternate;
16) Ambon dan Maluku;
17) Kepulauan Barat Daya;
18) Irian;
19) Timor;
20) Bali dan Lombok;
21) Jawa Tengah dan Jawa Timur;
22) Surakarta dan Yogyakarta;
23) Jawa Barat.
Berdasarkan penelitian antropolog J.M Melalatoa, di Indonesia
terdapat kurang lebih 500 suku bangsa. Menurut
Zulyani Hidayah, di Indonesia terdapat kurang lebih 656 suku
bangsa. Di antara suku-suku bangsa tersebut suku bangsa Jawa
merupakan suku bangsa terbesar dengan jumlah penduduk
sebesar 90 juta jiwa. Namun, terdapat pula suku bangsa yang
terdiri atas 981 jiwa, yaitu suku bangsa Bgu di pantai utara
Provinsi Papua.
Budaya dan adat istiadat suku-suku bangsa di indonesia
tersebut mempunyai berbagai perbedaan. Suku-suku bangsa
yang sudah banyak bergaul dengan masyarakat luar dan
bersentuhan dengan budaya modern seperti suku Jawa,
Mingkabau, Batak, Aceh, dan Bugis memiliki budaya lokal
yang berbeda dengan suku-suku bangsa yang masih tertutup
atau terisolir seperti suku Dayak di pedalaman Kalimantan dan
suku Wana di Sulawesi Tengah.
Menurut Bruner, struktur masyarakat majemuk di Indonesia
menunjukkan adanya kebudayaan dominan yang
disebabkan oleh dua hal, sebagai berikut.
a. Faktor Demografis
Di Indonesia, kesenjangan jumlah penduduk yang sangat
timpang terjadi antara Pulau Jawa dan luar Jawa. Meskipun
luas, Pulau Jawa hanya delapan persen dari seluruh wilayah
Indonesia. Sekitar 70 persen penduduk Indonesia tinggal di
Pulau Jawa sehingga secara demografis penduduk Pulau Jawa
lebih dominan dibandingkan dengan di Pulau luar Jawa.
b. Faktor Politis
Dominasi etnik tertentu dalam struktur pemerintahan Indonesia
mengakibatkan banyak sekali kebijakan-kebijakan dari
pemerintah pusat yang cenderung dianggap tidak adil sebab
seringkali menguntungkan golongan tertentu sehingga menimbulkan
ketidakpuasan bagi kelompok lainnya. Selain itu,
kegagalan mengartikulasikan kepentingan politik lokal dan
tersumbatnya komunikasi politik menyebabkan terjadinya
konflik sosial antaretnis.
Dengan struktur sosial yang bersifat majemuk maka
masyarakat Indonesia selalu menghadapi permasalahan konflik
etnik, diskriminasi sosial, dan terjadinya disintegrasi masyarakat.
Diferensiasi sosial yang melingkupi struktur
sosial kemajemukan masyarakat Indonesia,
antara lain sebagai berikut.
1) Diferensiasi yang disebabkan oleh perbedaan
adat istiadat (custom differentiation)
yang timbul karena perbedaan
etnik, budaya, agama, dan bahasa.
2) Diferensiasi struktural (structural differentiation)
yang disebabkan oleh perbedaan
kemampuan untuk mengakses
sumber ekonomi dan politik antaretnik
sehingga menyebabkan kesenjangan
sosial antara etnik yang berbeda dalam
masyarakat.
Kemajemukan dan heterogenitas
masyarakat Indonesia harus dikembangkan
menjadi sebuah model keberagaman budaya
untuk mencegah timbulnya konflik-konflik
sosial akibat perbedaan sistem nilai dan
budaya antarkelompok masyarakat di Indonesia.
3. Penanganan Masalah Akibat Keberagaman Budaya
Penanganan masalah akibat keberagaman budaya
membutuhkan pendekatan yang bijak karena masalah
keberagaman berhubungan isu-isu sensitif, seperti suku,
agama, ras, dan antargolongan (sara). Dalam menangani
masalah yang ditimbulkan keberagaman budaya diperlukan
langkah dan proses yang berkesinambungan. Pertama,
memperbaiki kebijakan pemerintah di bidang pemerataan
hasil pembangunan di segala bidang. Hal ini disebabkan
karena permasalahan yang ditimbulkan karena perbedaan
budaya merupakan masalah politis. Kedua, penanaman sikap
toleransi dan saling menghormati adanya perbedaan budaya
melalui pendidikan pluralitas dan multikultural di dalam
jenjang pendidikan formal. Sejak dini, siswa ditanamkan
nilai-nilai kebersamaan, saling menghormati, toleransi, dan
solidaritas sosial sehingga mampu menghargai perbedaan
secara tulus, komunikatif, dan terbuka tanpa adanya rasa
saling curiga. Dengan demikian, model pendidikan pluralitas
dan multikultur tidak sekadar menanamkan nilai-nilai
keberagaman budaya, namun juga memperkuat nilai-nilai
bersama yang dapat dijadikan dasar dan pandangan hidup
bersama.

sumber : http://www.4shared.com/office/lvSaL65n/sma11antro_KhazanahAntropologi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar