Bila setiap suku bangsa di Indonesia
memiliki bahasa masyarakat
sendiri, maka dapat dipastikan bahwa
masyarakat memiliki bahasa daerah
yang beranekaragam di samping bahasa
Indonesia. Tetapi sampai saat ini
tidak ada angka pasti mengenai jumlah
bahasa yang ada di Indonesia.
Indonesian Heritage, jilid 10 (2002)
memberi perkiraan bahwa jumlah
bahasa daerah Indonesia berkisar antara
69 sampai dengan 578. Telah ada
beberapa penelitian terhadap bahasa
daerah, diantaranya bahasa kelompok
etnis Jawa, Sunda, Madura, Mingkabau,
Batak, Bali, Bugis dan Banjar.
Dari manakah asal-usul bahasa Indonesia
dan bahasa daerah yang
ada di Indonesia? Dari uraian di atas,
setidaknya kita sudah memperoleh
gambaran yang harus dipertegas, yaitu
bahasa Indonesia berasal dari Proto
Austronesia dan Proto Indo – Pasifik.
Bahasa rumpun Austronesia menyebar
menjadi bahasa-bahasa daerah di berbagai
wilayah Indonesia. Sementara
Proto Indo – Pacifik menyebar menjadi
bahasa daerah di Papua. Dengan
demikian adapat disimpulkan bahwa bahasa
Indonesia dan bahasa –
bahasa daerah yang ada di Indonesia
berasal dari dua rumpun besar bahasa
di dunia, yaitu Proto Austronesia dan
Proto Indo – Pasifik.
Darimanakah asal-usul pertama bahasa di
dunia ini? Menurut Comrie
(2001) yang dikutip oleh Lucy Ruth Montolalu, Muhadjir
dan Multamia
RMT Kauder dalam buku Pesona Bahasa, Langkah Awal
Memahami
Lingustik (2005), dari sekitar 6.700 bahasa di dunia,
terdapat 17 rumpun
bahasa. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rumpun bahasa yang tertua
di dunia ini adalah bahasa-bahasa
Afrika, yaitu Niger-Kordofani, Nilo-
Sahara, Khoisan, dan Afro-Asiatika. Dari
keempat bahasa tersebut, yang
dianggap sebagai bahasa yang tertua
adalah bahasa Khoisa. Dengan
demikian diperkirakan bahwa kelompok
Khoisa adalah keturunan orang
pertama yang melakukan ekspansi keluar
dari Afrika menuju Asia.
Perkiraan mengenai asal-usul bahasa yang
ada di Indonesia dapat
dibandingkan dengan keterangan mengenai
asal-usul orang Indonesia.
Menurut Koenjaraningrat (1999), “Manusia Indonesia yang tertua sudah
ada kira-kira satu juta tahun yang lalu,
waktu Dataran Sunda masih
merupakan daratan, dan waktu Asia
Tenggara bagian benua dan bagian
kepulauan masih menjadi satu”.
Berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan,
seperti Pithecanthropus Erectus dan Homo
Soloensis serta Homo Wajakensis
dipastikan bahwa manusia Indonesia
tertua berasal dari Australia Selatan
dengan ciri-ciri fisik
Austro-Melanesoid.
Koenjaraningrat (1999) juga menegaskan,
bahwa sebagian penduduk
tertua Indonesia ditemukan juga
ciri-ciri Mongoloid. Berdasarkan ciri-ciri
ini dipastikan bahwa sebagian penduduk
tertua Indonesia ada juga yang
berasal dari benua Asia. Penyebaran
orang dengan ciri-ciri Mongolia ke
nusantara menempuh jalan yang sama
dengan penyebaran orang-orang
yang berciri Austro – Melanoid.
Asal-usul orang Indonesia berasal dari
Austro – Melanesoid di benua
Australia dan dari orang-orang Mongolia
di Benua Asia. Asal-usul bahasa
Indonesia terdiri dari dua rumpun besar
bahasa, yaitu rumpun Austronesia
dan Indo – Pacifik. Masuknya bahasa
rumpun Austronesia dibawa oleh
orang-orang Austro – Melanesoid yang
menyebar dan masuk sampai
Indonesia. Masuknya rumpun bahasa Indo –
Pacifik dibawa oleh orangorang
Mongolia yang berasal dari Benua Asia
dan menyebar sampai
Indonesia. Pertanyaan selanjutnya adalah
dari manakah asal-usul orang
Austro – Melanesoid dan orang Mongolia?
Mungkinkah berasal dari Afrika,
khususnya orang Khoisa? Kalian sendiri
yang harus meneliti dan
memastikannya.
Tak ada yang tahu pasti berapa bahasa
daerah di Indonesia. Tak ada
daftar nama baku untuk bahasa-bahasa
itu, tak ada statistik yang mudah
di dapat tentang jumlah orang yang
menuturkan bahasa tertentu, dan tak
ada peta yang memastikan di daerah mana
bahasa-bahasa tertentu
dituturkan. Sebagian besar penelitian
atas bahasa daerah di Indonesia
terbatas pada bahasa kelompok etnis
besar saja; Jawa, Sunda, Madura,
Minangkabau, Batak, Bali, Bugis dan
Banjar. Perkiraan jumlah bahasa
daerah yang dapat ditemukan di Indonesia
berkisar dari angka terendah
69 sampai tertinggi 578 (Indonesian
Heritage, jilid 10, 2002). Berikut ini
disajikan gambaran beberapa bahasa
daerah di Indonesia berdasarkan
jumlah penuturnya.
Untuk memperoleh gambaran umum ditinjau
terhadap bahasa daerah
di Indonesia, berikut ini disajikan
gambaran beberapa bahasa daerah
Indonesia, yaitu meliputi:
1. Bahasa Jawa
Menurut Zulyani Hidayah (1999), orang Jawa sering menyebut
dirinya Wong Jowo atau Tiang
Jawa. Jumlah populasinya
paling banyak
dibandingkan dengan suku-suku bangsa
lain, dan wilayah asal serta
wilayah persebarannya di seluruh
Indonesia juga paling luas.
Pada pembicaraan sehari-hari orang Jawa
digunakan bahasa Jawa sebagai
bahasa ibu. Menurut Koentjaraningrat
(1999), pada waktu mengucapkan
bahasa Jawa, seseorang harus
memperhatikan dan membeda-bedakan
keadaan orang yang diajak berbicara atau
yang sedang dibicarakan,
berdasarkan usia dan status sosialnya. Menurut
Koentjaraningrat
(1999), bila ditinjau dari tingkatannya,
bahasa Jawa terdiri dari
bahasa Jawa Ngoko dan bahasa JawaKrama.
Bahasa Jawa Ngoko dipakai
untuk orang yang sudah dikenal akrab,
dan terhadap orang yang lebih
muda usianya serta lebih rendah derajat
atau status sosialnya. Bahasa
Jawa Krama dipergunakan untuk bicara
dengan orang yang belum dikenal akrab, tetapi yang sebaya dalam umur maupun
derajat, dan juga terhadap orang yang lebih tinggi umur serta status sosialnya.
Dari kedua macam derajat bahasa ini, timbul berbagai variasi dan kombinasi dalam
bahasa Jawa, yang terletak di antara bahasa Jawa Ngoko dan Bahasa Krama, yaitu
bahasa Jawa Madya Ngoko, bahasa Jawa Madya antara dan Bahasa Jawa Madya Krama.
Jenis lainnya dari bahasa Jawa adalah bahasa Krama Inggil, terdiri dari 300
kata-kata yang dipakai untuk menyebut nama-nama anggota badan, aktivitas, benda
milik, sifat-sifat dan emosiemosi dari orang-orang yang lebih tua umur atau
lebih tinggi derajat sosial.
Jenis lainnya lagi adalah Kedaton (atau
bahasa Bagongan) yang khusus dipergunakan di kalangan istana. Jenis lainnya
adalah bahasa Jawa Krama Desa atau bahasa orang-orang di desa-desa. Akhirnya
bahasa Jawa Kasar yakni salah satu macam bahasa daerah yang diucapkan oleh
orang-orang yang sedang dalam keadaan marah atau mengumpat seseorang.
2. Bahasa Bali
Suku bangsa Bali atau Bali Hindu
mendiami Pulau Bali yang sekarang
menjadi sebuah propinsi dengan delapan
buah kabupaten. Pulau yang
terdiri dari dataran rendah dikelilingi
bagian pesisir dan daerah perbukitan
serta pengunungan di bagian Tengah. Suku
bangsa Bali menggunakan
bahasa Bali dalam percakapan
sehari-hari. Bahasa Bali terdiri dari beberapa
dialek, yaitu dialek Buleleng,
Karangasem, Klungkung, Bangli, Gianyar,
Badung, Tabanan dan Jembrana. (Zulyani
Hidayah, 1999).
Peninggalan-peninggalan prasasti dari
zaman Bali–Hindu
menunjukkan adanya suatu bahasa Bali
Kuno yang agak berbeda dengan
bahasa Bali sekarang. Bahasa Bali kuno
di samping mengandung banyak
kata-kata sansekerta, pada masanya
terpengaruh oleh bahasa Jawa Kuno
dari zaman Majapahit, ialah zaman di
mana pengaruh Jawa besar sekali
kepada kebudayaan Bali. Bahasa Bali
mengenal apa yang disebut
“Perbendaharaan kata-kata hormat”,
walaupun tidak sebanyak seperti di
dalam bahasa Jawa. Bahasa hormat (basa
alus) yang dipakai kalau
berbicara dengan orang-orang tua atau
tinggi, telah mengalami beberapa
perubahan akibat pengaruh modernisasi
dan cita-cita demokrasi akhirakhir
ini (Koentjaraningrat, 1999).
3. Bahasa Minangkabau
Daerah asal dari kebudayaan Minangkabau
kira-kira seluas daerah
propinsi Sumatera Barat sekarang ini, dengan
dikurangi daerah kepulauan
Mentawai. Umumnya orang Minangkabau
mencoba menghubungkan
keturunan mereka dengan suatu tempat
tertentu, yaitu
Par(h)iangan, Padang Panjang. Mereka
beranggapan bahwa nenek moyang mereka berpindah dari tempat itu dan kemudian
menyebar ke daerah
penyebaran yang ada sekarang (Koentjaraningrat,
1999).
Bahasa sehari-hari Mingkabau adalah bahasa
Minangkabau. Bahasa Minangkabau termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu
Austronesia dengan aturan tata bahasa yang amat dekat dengan bahasa Indonesia, karena
itu dekat pula dengan bahasa Melayu Lama yang mendasari bahasa Indonesia.
Kata-kata Indonesia dalam bahasa Minangkabau hanya mengalami sedikit perubahan
bunyi, seperti tiga
menjadi tigo, lurus menjadi luruih, bulat
menjadi bulek, empat
menjadi ampek, dan sebagainya
(Zulyani Hidayah, 1999).
4. Bahasa Bugis
Kebudayaan Bugis adalah kebudayaan dari
suku bangsa Bugis –
Makasar yang mendiami bagian terbesar
dari Jazirah selatan dari Pulau
Sulawesi. Jazirah itu merupakan suatu
propinsi, yaitu propinsi Sulawesi
Selatan. Penduduk Propinsi Sulawesi
Selatan terdiri dari empat suku bangsa
ialah Bugis, Makasar, Toraja dan Mandar.
Percakapan sehari-hari orang
Bugis menggunakan bahasa Ugi
(Koentjaraningrat, 1999).
Orang Bugis sering juga disebut orang
Ugi. Bahasa sehari-hari yang
digunakan adalah bahasa Ugi atau bahasa
Bugi. Menurut ahli
etnolinguistik klasik, Esser, Bahasa
Bugis sekelompok dengan bahasabahasa
orang Lawu, Sa’dan, Mandar, Pitu Ulunna
Sallu, Makasar dan
Seko. Bahasa Bugis terdiri pula atas
beberapa dialek, seperti dialek Bone,
Soppeng, Luwuk, Wajo, Bulukumba,
Sidenreng, Pare-Pare dan lain-lain.
Sejak berabad-abad yang lalu orang Bugis
telah mengenal tulisan sendiri
yang disebut aksara lontarak, yaitu
aksara tradisional yang mungkin
berasal dari huruf sansekerta yang
ditulis di atas daun lontar (daun sejenis
palem) (Zulyani Hidayah, 1999).
5. Bahasa Melayu
Bahasa Melayu dapat ditemukan di Jambi,
Langkat dan Riau.
Masyarakat Jambi menggunakan bahasa
Melayu Jambi. Masyarakat Langkat
menggunakan bahasa Melayu Langkat dan
bahasa Melayu Riau
menggunakan bahasa Melayu Riau. Menurut Zulyani Hidayah (1999),
Bahasa Melayu yang dipakai di Jambi
sangat dekat dengan bahasa Indonesia.
Bedanya hanya sedikit, misalnya
kata-kata yang berakhiran A dalam
bahasa Indonesia, dalam bahasa Melayu
Jambi menjadi O, seperti duga
menjadi dugo, mata
menjadi mato, kemana
menjadi kemano, permata
menjadi permato, dan seterusnya.
Orang Melayu Langkat mendiami daerah
sepanjang pesisir timur
pulau Sumatera, mulai dari daerah
Langkat di utara sampai ke Labuhan
Batu di selatan. Bahasa mereka adalah
bahasa Melayu seperti umumnya
dikenal orang di sekitar pantai timur
Sumatera dan semenanjung Malaysia.
Orang Melayu langkat menggunakan bahasa
Melayu dialek langkat yang
dicirikan dengan pemakaian huruf E pada
akhir kalimat. Selain itu, irama
(nada) dalam cara berbicaranya juga
memiliki ciri khas yang berbeda
dengan bahasa Melayu yang digunakan di
daerah lain (Zulyani Hidayah,
1999).
Suku bangsa Melayu di Riau adalah salah
satu keturunan para migran
dari daratan Asia bagian tengah. Mereka
juga menggunakan bahasa
Melayu yang disebut dengan bahasa Melayu
Raiu. Bahasa Melayu ini tidak
jauh berbeda dengan bahasa Indonesia
sekarang, malah dianggap sebagai
salah satu dasar bahasa Indonesia.
Bahasa Melayu Riau disebut juga Bahasa
Melayu Tinggi, karena awalnya digunakan
sebagai bahasa sastra oleh
masyarakat Indonesia pada akhir abad
yang lalu. Sebelum mengenal
tulisan Latin, masyarakat Melayu Riau
menuliskan gagasan mereka dalam
tulisan arab – melayu atau arab gundul
(Zulyani Hidayah, 1999).
sumber : Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar