Menurut
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983), pertumbuhan dan perkembangan
dialek sangat ditentukan oleh faktor kebahasaan dan faktor luar bahasa. Keadaan
alam, misalnya
mempengaruhi
ruang gerak penduduk setempat, baik dalam mempermudah penduduk berkomunikasi
dengan dunia luar maupun mengurangi adanya kemungkinan itu (Guiraud, 1970).
Sejalan dengan adanya batas alam tersebut, dapat dilihat pula adanya
batas-batas politik
yang
menjadi jembatan terjadinya pertukaran budaya. Hal itu menjadi salah satu
sarana terjadinya pertukaran bahasa. Demikian pula halnya dengan ekonomi, cara
hidup dan sebagainya. Tercermin pula di dalam dialek yang bersangkutan
(Guiraud, 1970). Menurut Guiraud
(1970: 26) yang dikutip oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983) terjadinya ragam dialek itu disebabkan
oleh adanya hubungan dan keunggulan bahasa yang terbawa ketika terjadi perpindahan
penduduk, penyerbuan atau penjajahan. Hal yang tidak boleh
dilupakan
ialah peranan dialek atau bahasa yang bertetangga di dalam proses terjadinya
suatu dialek itu. Dari dialek dan bahasa yang bertetangga itu, masuklah anasir
kosakata, struktur, dan cara pengucapan atau lafal. Setelah itu kemudian ada di
antara dialek tersebut yang diangkat menjadi bahasa baku, maka peranan bahasa
baku itu pun tidak boleh dilupakan. Sementara pada gilirannya, bahasa baku
tetap terkena pengaruhnya baik dari dialeknya maupun dari bahasa tetangganya. Selanjutnya,
dialek berkembang menuju dua arah, yaitu perkembangan membaik dan perkembangan
memburuk. Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983), Bahasa Sunda
di kota Bandung dijadikan dasar bahasa sekolah yang kemudian dianggap sebagai
bahasa
Sunda baku. Hal tersebut didasarkan kepada faktor obyektif dan subyektif.
Secara obyektif memang harus diakui bahwa Bahasa Sunda kota Bandung memberikan
kemungkinan lebih besar untuk dijadikan bahasa sekolah dan kemudian sebagai bahasa
Sunda Baku. Hal ini dialek bahasa Sunda mengalami perkembangan membaik. Pusat
Pembinaan dan Perkembangan Bahasa (1983), memberi contoh perkembangan dialek
yang memburuk sebagai berikut. Pada lima tahun yang lalu, penduduk kampung
Legok (Indramayu) masih berbicara Bahasa Sunda. Sekarang penduduk kampung itu
hanya dapat mempergunakan Bahasa Jawa – Cirebon. Dengan kata lain, bahasa Sunda
di kampung itu sekarang telah lenyap, dan kelenyapan itu merupakan keadaan yang
paling buruk dari perkembangan memburuk suatu bahasa atau dialek.
sumber : Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar