Rumpun
bahasa Austronesia
Rumpun bahasa Austronesia adalah sebuah rumpun bahasa yang sangat luas penyebarannya di dunia.
Dari Taiwan dan Hawaii di ujung utara
sampai Selandia Baru (Aotearoa) di ujung selatan dan dari Madagaskar di ujung barat
sampai Pulau Paskah (Rapanui) di ujung timur.
Istilah Austronesia
Austronesia mengacu pada wilayah geografis yang
penduduknya menuturkan bahasa-bahasa Austronesia. Wilayah tersebut mencakup
Pulau Formosa, Kepulauan Nusantara (termasuk Filipina), Mikronesia, Melanesia, Polinesia, dan Pulau Madagaskar. Secara harafiah, Austronesia berarti "Kepulauan Selatan"
dan berasal dari bahasa Latin austrālis yang berarti
"selatan" dan bahasa Yunani nêsos (jamak: nesia)
yang berarti "pulau".
Jika bahasa Jawa di Suriname dimasukkan, maka cakupan geografi juga mencakup
daerah tersebut. Studi juga menunjukkan adanya masyarakat penutur bahasa Melayu di pesisir Sri Langka
Asal usul bangsa Austronesia
Untuk mendapat ide akan tanah air dari bangsa
Austronesia, cendekiawan menyelidiki bukti dari arkeologi dan ilmu genetika.
Penelaahan dari ilmu genetika memberikan hasil yang
bertentangan. Beberapa peneliti menemukan bukti bahwa tanah air bangsa
Austronesia purba berada pada benua Asia. (seperti Melton dkk., 1998),
sedangkan yang lainnya mengikuti penelitian linguistik yang menyatakan bangsa
Austronesia pada awalnya bermukim di Taiwan. Dari sudut pandang ilmu sejarah
bahasa, bangsa Austronesia berasal dari Taiwan
karena pada pulau ini dapat ditemukan pembagian terdalam bahasa-bahasa
Austronesia dari rumpun bahasa Formosa asli. Bahasa-bahasa Formosa membentuk
sembilan dari sepuluh cabang pada rumpun bahasa Austronesia Comrie
(2001:28) menemukan hal ini ketika ia menulis:
“
|
... Bahasa-bahasa Formosa
lebih beragam satu dengan yang lainnya dibandingkan seluruh bahasa-bahasa
Austronesia digabung menjadi satu sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
terjadi perpecahan genetik dalam rumpun bahasa Austronesia di antara
bahasa-bahasa Taiwan dan sisanya. Memang genetik bahasa di Taiwan sangatlah
beragam sehingga mungkin saja bahasa-bahasa itu terdiri dari beberapa cabang
utama dari rumpun bahasa Austronesia secara kesuluruhan.
|
”
|
Setidaknya sejak Sapir
(1968), ahli bahasa telah menerima bahwa kronologi dari penyebaran sebuah
keluarga bahasa dapat ditelusuri dari area dengan keberagaman bahasa yang besar
ke area dengan keberagaman bahasa yang kecil. Walau beberapa cendekiawan
menduga bahwa jumlah dari cabang-cabang di antara bahasa-bahasa Taiwan mungkin
lebih sedikit dari perkiraan Blust sebesar 9 (seperti Li 2006), hanya ada
sedikit perdebatan di antara para ahli bahasa dengan analisis dari keberagaman
dan kesimpulan yang ditarik tentang asal dan arah dari migrasi rumpun bahasa
Austronesia.
Bukti dari ilmu arkeologi menyarankan bahwa bangsa
Austronesia bermukim di Taiwan sekitar delapan ribu tahun yang lalu . Dari pulau ini para pelaut
bermigrasi ke Filipina, Indonesia, kemudian ke Madagaskar dekat benua Afrika
dan ke seluruh Samudra Pasifik, mungkin
dalam beberapa tahap, ke seluruh bagian yang sekarang diliputi oleh
bahasa-bahasa Austronesia. Bukti dari ilmu sejarah
bahasa menyarankan bahwa migrasi ini bermula sekitar enam ribu tahun yang lalu. Namun, bukti dari ilmu
sejarah bahasa tidak dapat menjembatani celah antara dua periode ini.
Pandangan bahwa bukti dari ilmu bahasa menghubungkan
bahasa Austronesia purba dengan bahasa-bahasa Tiongkok-Tibet seperti yang
diajukan oleh Sagart (2002), adalah pandangan minoritas seperti yang dinyatakan
oleh Fox (2004:8):
“
|
Disiratkan dalam diskusi
tentang pengelompokan bahasa-bahasa Austronesia adalah permufakatan bahwa
tanah air bangsa Austronesia berada di Taiwan. Daerah asal ini mungkin juga
meliputi kepulauan Penghu di antara Taiwan dan Cina dan
bahkan mungkin juga daerah-daerah pesisir di Cina daratan, terutama apabila
leluhur bangsa Austronesia dipandang sebagai populasi dari komunitas dialek
yang tinggal pada permukiman pesisir yang terpencar.
|
”
|
Analisis kebahasaan dari bahasa Austronesia purba
berhenti pada pesisir barat Taiwan. Bahasa-bahasa Austronesia yang pernah
dituturkan di daratan Cina tidak bertahan. Satu-satunya pengecualian, bahasa Chamic,
adalah migrasi yang baru terjadi setelah penyebaran bangsa Austronesia .
Penggolongan
Agak sulit untuk mendefinisikan struktur kekeluargaan
dari bahasa-bahasa Austronesia karena rumpun bahasa Austronesia terdiri dari
bahasa-bahasa yang sangat mirip dan berhubungan erat dengan kesinambungan dialek yang besar sehingga sukar untuk mengenali
batasan di antara cabang. Bahkan pada pembagian terbaik yang ada sekarang
banyak grup di Filipina dan Indonesia dikelompokan dari letak geografisnya
alih-alih dari keterkaitannya antara satu dengan yang lainnya. Namun adalah
jelas bahwa keberagaman genealogis terbesar ditemukan pada bahasa-bahasa Taiwan
dan keberagaman terkecil ditemukan pada kepulauan Pasifik sehingga mendukung
teori penyebaran dari Taiwan atau Tiongkok.
Famili bahasa-bahasa
Formosa sebelum kolonisasi Cina, per Blust (1999).
Penggolongan bahasa-bahasa Austronesia berikut diajukan
oleh Blust. Penggolongan yang diajukannya bukanlah yang pertama dan bahkan ia
juga mencantumkan paling sedikit tujuh belas penggolongan lainnya dan
mendiskusikan fitur-fitur dan rincian dari pengelompokan tersebut. Beberapa
ahli bahasa Formosa mempertentangkan rincian dari penggolongan itu namun
penggolongan ini dalam garis besar tetap menjadi titik referensi untuk analisis
ilmu bahasa saat ini. Dapat dilihat bahwa sembilan cabang utama dari bahasa
Austronesia kesemuanya adalah bahasa-bahasa Formosa.
Penggolongan bahasa cabang
Melayu-Polinesia
Berikut adalah klasifikasi bahasa cabang Melayu-Polinesia
yang disederhanakan oleh Wouk & Ross (2002)
- Bahasa Kalimantan-Filipina atau bahasa Malayo-Polinesia Barat Luar (Hesperonia Luar): terdiri dari banyak bahasa seperti Dayak Ngaju, Gorontalo, bahasa Bajau, bahasa-bahasa Minahasa, Tagalog, Cebuano, Hiligaynon, Ilokano, Kapampangan, Malagasi, dan Tausug
- Bahasa Malayo-Polinesia Inti (Kemungkinan menyebar dari Pulau Sulawesi)
- Bahasa Sunda-Sulawesi atau bahasa Malayo-Polinesia Barat Dalam (Hesperonia Dalam), contoh: Indonesia Barat, Bugis, Aceh, Cham (di Vietnam dan Kamboja), Melayu, Indonesia, Iban, Sunda, Jawa, Bali, Chamoru, dan Palau
- Bahasa Malayo-Polinesia Tengah-Timur
- Bahasa Malayo-Polinesia Tengah atau bahasa Bandanesia: sekitar Laut Banda yaitu bahasa-bahasa di Pulau Timor, Sumba, Flores, dan juga di Maluku
- Bahasa Malayo-Polinesia Timur atau disebut juga bahasa Melanesia
- Halmahera Selatan-Papua Barat-Laut: beberapa bahasa di pulau Halmahera dan sebelah barat pulau Irian, contohnya bahasa Taba dan bahasa Biak
- Bahasa Oseanik: Termasuk semua bahasa-bahasa Austronesia di Melanesia dari Jayapura ke timur, Polinesia dan sebagian besar Mikronesia
Salah satu cabang terbesar adalah cabang Sundik yang
menurunkan bahasa-bahasa Austronesia dengan jumlah penutur terbesar yaitu: Bahasa Jawa, Bahasa Melayu (dan Bahasa Indonesia), Bahasa Sunda, Bahasa Madura, Bahasa Aceh, Bahasa Batak dan Bahasa Bali.
Kekerabatan dengan rumpun
bahasa yang lain
Hubungan-hubungan genealogis antara rumpun bahasa
Austronesia dan keluarga bahasa yang lainnya di Asia Tenggara telah diajukan dan umumnya disebut Filum Bahasa
Austrik. Pada hipotesis filum Austrik dinyatakan bahwa semua bahasa di Tiongkok
bagian selatan sebenarnya berkerabat yaitu rumpun bahasa Austronesia, bahasa Austro-Asia, bahasa Tai-Kadai
dan bahasa
Hmong-Mien (juga disebut Miao-Yao).
Para penutur keempat rumpun bahasa yang diduga berkerabat
ini bermukim di daerah yang sekarang termasuk Tiongkok bagian selatan sampai kurang lebih pada antara tahun 2000 SM – 1000 SM. Kala itu suku bangsa Han, yang
merupakan penutur bahasa Sino-Tibet, dari Tiongkok utara menyerbu ke selatan
dan para penutur bahasa Austrik tercerai-berai. Hal ini yang diduga sebagai
alasan mengapa kaum Austronesia lalu bermigrasi ke Taiwan dan ke kepulauan Asia
Tenggara dan Samudra Pasifik lainnya.
Beberapa hipotesis filum Austrik juga mengajukan akan
perubahan dari akar kata dwisuku kata di mana bahasa Austronesia menyimpan
kedua suku kata sedangkan bahasa Austro-Asiatik menyimpan suku kata pertama dan
bahasa Tai-Kadai menyimpan suku kata kedua.
Namun, satu-satunya proposal dari yang mematuhi metode perbandingan adalah hipotesis "Austro-Tai" yang menghubungkan rumpun bahasa Austronesia dengan rumpun bahasa Tai-Kadai. Roger Blench (2004:12) mengetakan tentang Austro-Tai bahwa:
Namun, satu-satunya proposal dari yang mematuhi metode perbandingan adalah hipotesis "Austro-Tai" yang menghubungkan rumpun bahasa Austronesia dengan rumpun bahasa Tai-Kadai. Roger Blench (2004:12) mengetakan tentang Austro-Tai bahwa:
“
|
Ostapirat mengasumsikan
sebuah model sederhana dari sebuah perpecahan dengan para Daik [Tai-Kadai]
sebagai orang-orang Austronesia yang menetap di daerah asalnya. Namun hal ini
nampaknya tidak mungkin karena Daik nampak seperti percabangan dari bahasa
Filipina Purba dan tidak mempunyai kerumitan seperti yang dimiliki oleh
bahasa-bahasa Formosa. Mungkin dapat lebih baik dipandang bahwa penutur Daik
Purba bermigrasi kembali dari Filipina utara ke daerah di pulau Hainan. Hal
ini dapat menjelaskan perbedaan dari Hlai, Be, dan Daik sebagai hasil dari
penstrukturan ulang secara radikal karena kontak dengan penutur bahasa-bahasa
Miao-Yao dan Sinitik.
|
”
|
Atau dengan kata lain, pengelompokan dibawah Tai-Kadai
akan menjadi cabang dari bahasa Kalimantan-Filipina. Namun, tidak ada dari
proposal tersebut yang mendapat sambutan luas dari komunitas ilmu bahasa.
Contoh perbandingan
kosakata dalam rumpun bahasa pada masing-masing wilayah
mati
|
pati
|
|
mati
|
||
mate
|
||
mattē
|
||
matay
|
patay
|
|
mate
|
||
mate
|
||
māte
|
||
make
|
Klasifikasi bahasa Jepang
Telah diajukan juga hipotesis bahwa bahasa Jepang mungkin adalah saudara jauh dari rumpun bahasa
Austronesia. [Ada yang mengelompokkan bahasa ini dalam rumpun bahasa
Austronesia berdasarkan beberapa kata-kata dan fonologi bahasa Jepang. Namun
yang lain berpendapat bahwa bahasa Jepang termasuk rumpun bahasa Altai dan terutama mirip dengan cabang bahasa Mongol. Bahasa Korea kemungkinan besar termasuk rumpun
bahasa yang sama pula. Bahasa Korea mirip dengan bahasa Jepang namun sejauh ini
belum ada yang menghubungkannya dengan rumpun bahasa Austronesia. Namun perlu
diberi catatan pula bahwa rumpun bahasa Altai masih dipertentangkan pula.
Sebagai contoh adalah beberapa kata dari bahasa Jepang
yang diduga berasal dari rumpun bahasa Austronesia:
Beberapa kata dari bahasa Sikka - Maumere (Flores) yang
diduga berasal dari rumpun bahasa Austronesia:
Hipotesis akan hubungn bahasa Jepang sebagai saudara dari
bahasa-bahasa Austronesia ditolak oleh hampir seluruh pakar ilmu bahasa karena
hanya ada sedikit bukti akan hubungan antara bahasa Jepang dan rumpun bahasa
Austronesia dan kebanyakan ahli bahasa berpikir bahwa kesamaan yang sedikit ini
adalah hasil dari pengaruh bahasa-bahasa Austronesia pada bahasa Jepang,
mungkin melalui substratum.
Mereka yang mengajukan skenario ini menyarankan bahwa rumpun bahasa Austronesia
dulunya pernah meliputi pulau-pulau di utara dan selatan dari Taiwan. Lebih
lanjut, tidak ada bukti genetis untuk hubungan yang dekat antara penutur
bahasa-bahasa Austronesia dan bahasa-bahasa Japonik, sehingga apabila ada
interaksi pra-sejarah antara penutur bahasa Austronesia purba dengan bahasa
Japonik purba lebih mungkin interaksi itu adalah sebuah pertukaran budaya yang
sederhana alih-alih percampuran etnis yang signifikan. Analisis genetis
menunjukan secara konsisten bahwa orang-orang Ryukyu
di antara Taiwan dan pulau-pulau utama Jepang lebih mirip dengan orang Jepang
daripada orang asli Taiwan. Hal ini menyarankan bahwa apabila ada interaksi
antara bangsa Austronesia purba dan bangsa Japonik purba, interaksi ini
kemungkinan terjadi di benua Asia timur sebelum pengenalan bahasa-bahasa Austronesia
ke Taiwan (atau setidaknya sebelum kepunahan hipotetis bahasa-bahasa
Austronesia dari daratan Tiongkok), dan bahasa-bahasa Japonik ke Jepang.
Perbendaharaan kata
Rumpun bahasa Austronesia didefinisikan menggunakan
metode perbandingan bahasa untuk menemukan kata-kata yang seasal, yaitu
kata-kata yang mirip dalam bunyi dan makna dan dapat ditunjukan berasal dari
kata yang sama dari bahasa Austronesia purba menurut sebuah aturan yang
regular. Beberapa kata seasal sangatlah stabil, sebagai contoh kata untuk mata
pada banyak bahasa-bahasa Austronesia adalah "mata" juga mulai dari
bahasa paling utara di Taiwan sampai bahasa paling selatan di Aotearoa.
Di bawah disajikan sebagai contoh untuk menunjukkan
kekerabatan, kata-kata bilangan dari satu sampai sepuluh dalam beberapa bahasa
Austronesia. Catatan: /e/ harus dibaca sebagai taling (misalkan dalam kata
“keras”) dan /é/ sebagai pepet (misalkan dalam kata “lémpar”). Jika ada
kesalahan, para pembaca dipersilakan memperbaikinya.
Basis Data Perbendaharan Kata Bahasa-Bahasa Austronesia
(pranala diberikan dibawah artikel) mencatat kata-kata (dikodekan menurut
keseasalan) untuk sekitar 500 bahasa Austronesia.
Tipologi dan struktur
Sukar untuk menarik sebuah generalisasi yang berarti tentang
bahasa-bahasa yang menyusun rumpun yang seberagam rumpun bahasa Austronesia.
Pada garis besarnya, bahasa-bahasa Austronesia dapat dibagi menjadi tiga
kelompok bahasa: tipe Filipina, tipe Indonesia, dan tipe pasca-Indonesia Kelompok
yang pertama diwatakkan dengan urutan kata kata kerja-pertama dan pengubahan
suara gramatik ala bahasa Filipina, fenomena yang seringkali dirujuk sebagai
pemfokusan. Literatur yang berhubungan mulai menjauhi penggunaan istilah ini
karena banyak ahli bahasa merasa bahwa fenomena pada bahasa bertipe ini lebih
baik disebut sebagai suara gramatik.
Bahasa-bahasa Austronesia umumnya menggunakan pengulangan
kata.
Fonologi bahasa-bahasa Austronesia
tergolong sederhana dengan aturan pembentukan suku kata yang sangat terbatas
dan jumlah fonem yang sedikit. Banyak dari bahasa-bahasa Austronesia tidak
memperbolehkan sukukata dan gugusan konsonan. Beberapa bahasa memang memiliki
gugusan-gugusan konsonan namun ini merupakan pengaruh dari bahasa-bahasa lain,
terutama dari bahasa Arab, bahasa Sanskerta, dan bahasa Indo-Eropa lainnya.
Beberapa bahasa bahkan meminjam fonem
dari bahasa lain seperti retrofleks dalam bahasa Jawa dan fonem berhembus
dalam bahasa Madura yang diduga diserap dari bahasa Sanskerta. Namun banyak
para pakar yang menentang bahwa fonem-fonem ini dipinjam dari bahasa Sanskerta.
Mereka berpendapat bahwa fonem-fonem ini merupakan perkembangan sendiri saja.
Status resmi
Bahasa Austronesia terpenting ditilik dari status
resminya ialah bahasa Melayu, yang menjadi bahasa resmi di Indonesia (sebagai bahasa Indonesia), Malaysia, dan Brunei. Bahasa Indonesia juga berstatus bahasa kerja di Timor Leste m. Bahasa Filipina (Filipino), yang merupakan bentuk baku dari bahasa Tagalog, adalah bahasa resmi Filipina. Di Timor Leste, bahasa Tetum, yang juga termasuk sebuah bahasa Austronesia,
menjadi bahasa resmi di samping bahasa Portugis. Di Madagaskar, bahasa Malagasi adalah bahasa resmi. Di Aotearoa (Selandia Baru), bahasa Maori juga memiliki status bahasa resmi di samping bahasa Inggris.
sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Rumpun_bahasa_Melayu-Polinesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar