Secara garis besar
antropologi memiliki cabang-cabang ilmu yang terdiri dari:
A. Antropologi Fisik
1. Paleoantropologi
adalah ilmu yang mempelajari asal usul manusia dan evolusi manusia dengan
meneliti fosil-fosil.
2. Somatologi adalah ilmu yang mempelajari keberagaman
ras manusia dengan mengamati ciri-ciri fisik.
B. Antropologi Sosial
dan Budaya
1. Prehistori adalah
ilmu yang mempelajari sejarah penyebaran dan perkembangan semua kebudayaan
manusia di bumi sebelum manusia mengenal tulisan.
2. Etnolinguistik antropologi
adalah ilmu yang mempelajari pelukisan tentang ciri dan tata bahasa dan
beratus-ratus bahasa suku-suku bangsa yang ada di dunia / bumi.
3. Etnologi
adalah ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia di dalam kehidupan
masyarakat suku bangsa di seluruh dunia.
4. Etnopsikologi adalah ilmu yang
mempelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam proses
perubahan adat istiadat dan nilai universal dengan berpegang pada konsep
psikologi.
Sejarah
Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami
tahapan-tahapan dalam perkembangannya.
Koentjaraninggrat
menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut:
Fase Pertama (Sebelum
tahun 1800-an)
Manusia dan
kebudayaannya, sebagai bahan kajian Antropologi.
Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa
mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika,
Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan
hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan
penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan.
Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing
tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang
berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu
menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19
perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari
sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha
untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.
Fase Kedua (tahun
1800-an)
Pada fase ini,
bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan
berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu.
masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka
waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai
bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa
yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini,
Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat
dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang
tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Fase Ketiga (awal abad ke-20)
Pada fase ini,
negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni
di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka
membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari
bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa
Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial
negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian
menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi
tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan
kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.
Fase Keempat (setelah
tahun 1930-an)
Pada fase ini,
Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli
yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa
Eropa.
Pada masa ini pula
terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam
kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada
kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial,
dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun pada saat itu
juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah
Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa
tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam
terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.
Proses-proses perubahan
tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada
penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah
pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar