Ada dua wujud bahasa, yaitu bahasa lisan
dan tulis. Bahasa lisan telah
digunakan sejak awal peradaban manusia.
Beberapa lama kemudian
manusia menemukan dan mengenal bahasa
tulis. Penggunaan bahasa
lisan dan tulis dari dahulu hingga
sekarang melahirkan tradisi lisan dan
tulis. Di antara banyak bahasa dan
dialek di Indonesia, hanya delapan
yang memiliki tradisi sastra tulis,
diantaranya adalah tradisi tulis Melayu,
tradisi tulis Aceh, tradisi tulis Bali,
tradisi tulis Sunda, tradisi tulis Sumatera
Selatan, tradisi tulis Batak, dan
tradisi tulis Sulawesi Selatan (Indonesia
Heritage, Jilid 10, 2002)
Sebagian besar masyarakat Indonesia
masih sangat mengandalkan
tradisi lisan dalam hal pemeliharaan dan
pewarisan budaya masyarakat
dari generasi ke generasi. Seperti
pemeliharaan dan penyampaian ilmu
pengetahuan, adat istiadat, sejarah,
filsafat moral, agama, kedudukan
sosial, dan norma-norma masyarakat.
Tradisi lisan menjelma dalam kisahkisah
lisan di berbagai daerah di Indonesia
dengan berbagai nama.
Kisah lisan memiliki beberapa ciri yang
lazim. Biasanya banyak sekali
–panjang lebar dan berlebihan dalam
bahasa – menggunakan pola dan
susunan baku untuk membantu pencerita
memproses ucapan dan
mengingat teksnya. Cerita tersusun dari
serangkaian peristiwa yang benarbenar
terjadi, dongeng khayalan atau teks
keagamaan. Pencerita
mengikuti kerangka kerja dasar, tetapi
tak ada dua pencerita yang
menceritakan satu kisah dengan cara yang
sama. Mereka akan
menambahkan gaya dan sikapnya sendiri,
memperbesar peran tokohtokoh
tertentu yang mereka sukai (atau
memperkecil yang tidak mereka
sukai) atau menambah kelucuannya,
tergantung pada khalayak
pendengarnya (Indonesian Heritage, jilid
10 2002).
Peran sang pencerita (penutur) dan
kedudukannya di masyarakat
tergantung pada setiap masyarakat. Pada
beberapa masyarakat, para
pencerita diperlakukan sebagai dukun
atau saman yang berhubungan
langsung dengan dewa. Di Indonesia kini,
tradisi lisan harus bersaing
dengan cetakan, radio, televisi dan
film. Sementara pendidikan massal,
yang terutama dilakukan dalam bahasa
Indonesia, bahasa resmi negara,
cenderung menekankan yang sudah dominan,
kebudayaan sastra dengan
mengorbankan yang kurang non sastra.
Meneruskan pengetahuan yang
terwujud dalam teks lisan, “Tulisan
lidah”, merupakan tantangan bagi
kebudayaan Indonesia yang sedang berubah
sekarang (Indonesian
Heritage, jilid 10, 2002)
Berkembangnya industri penerbitan
terutama untuk media cetak
seperti koran, majalah, buku, dan
sebagainya, akhir-akhir ini apakah
mempengaruhi perkembangan tradisi lisan
yang ada? Coba amatilah
mengapa generasi remaja sekarang lebih
senang dengan budaya pop
atau modern seperti novel, sinetron, dan
sebagainya dibandingkan
dengan seni budaya tradisional? Kemudian
apakah kalian sendiri
juga masih senang dengan seni budaya
tradisional? Coba peragakan
salah satu seni budaya tradisional yang
kalian kuasai!
Tradisi lisan melahirkan cerita rakyat,
seperti mitos, legenda dan
dongeng.
1. Mitos
Mitos adalah cerita tentang
peristiwa-peristiwa semihistoris yang
menerangkan masalah-masalah akhir
kehidupan manusia. Setiap
masyarakat pasti memiliki mitos, mitos
pada dasarnya bersifat religius,
karena memberi rasio pada kepercayaan
dan praktek keagamaan. Mitos
selalu bertemakan masalah pokok
kehidupan manusia, seperti darimana
asal manusia dan segala sesuatu yang ada
di dunia ini; mengapa manusia
ada di bumi, dan ke mana tujuan manusia?
Mitos memberikan gambaran
dan penjelasan tentang alam semesta yang
teratur, yang merupakan latar
belakang perilaku yang teratur.
Berikut ini disajikan contoh mitos
tentang asal mula segala sesuatu
menurut alam pikiran suku Fon di
Dahomey, Afrika Barat. “Pada asal
mulanya bintang-bintang kelihatan pada
malam maupun siang hari.
Bintang malam hari adalah anak-anak
bulan, dan bintang siang hari anakanak
matahari. Pada suatu hari bulan memberi tahu
matahari bahwa anakanak
mereka ingin bersinar melebihi mereka.
Untuk menghindarkan hal
itu mereka sepakat mengikat bintang itu
dalam karung dan
melemparkannya ke samudera. Matahari
mengerjakan yang pertama, dan
membersihkan langit dari bintang-bintang
siang hari. Akan tetapi, bulan
yang busuk itu tidak memenuhi
kewajibannya dan membiarkan semua
anak-anaknya di langit malam. Anak-anak
matahari menjadi ikan-ikan
yang berwarna cerah di samudera. Sejak
itu matahari menjadi bebuyutan
bulan, yang dikejar-kejarnya untuk
membalas dendam karena kematian
bintang-bintang dilautan”.
2. Legenda
Legenda adalah cerita semihistoris yang
turun temurun dari
zaman dahulu, yang menceritakan
perbuatan-perbuatan pahlawan,
perpindahan penduduk dan pembentukan
adat kebiasaan lokal. Legenda
merupakan campuran antara realisme dan
supernatural, perpaduan antara
rasional dan irrasional. Fungsi legenda
adalah untuk menghibur dan
memberi pelajaran serta membangkitkan
atau menambahkan
kebanggaan orang terhadap keluarga, suku
atau bangsanya.
Berikut ini disajikan contoh legenda
pendek yang memberi pelajaran,
milik orang Abenakis Barat, yang berada
di bagian barat laut New
England, Quebec Selatan. “Ini cerita
tentang seorang anak laki-laki yang
kesunyian yang biasanya berjalan-jalan
ke tepi sungai di Odanak atau
turun bukit menuju kedua rawa di tempat
itu. Ia biasanya mendengar
orang memanggil namanya, tetapi kalau ia
sampai di koam rawa-rawa
itu, tidak ada orang yang kelihatan atau
terdengar. Akan tetapi kalau ia
berjalan pulang, ia mendengar namanya
dipanggil-panggil lagi. Ketika ia
sedang duduk menunggu di tepi rawa
datanglah seorang laki-laki yang
bertanya kepadanya, mengapa ia menunggu?
Ketika anak itu
menceritakan kepadanya, orang tua itu
berkata bahwa hal yang sama
terjadi pada zaman dahulu, apa yang
didengarnya itu adalah makhluk
rawa dan menunjukkan rerumputan tinggi
sebagai tempatnya
bersembunyi. Sesudah memanggil ia akan
menenggelamkan diri di
belakang mereka, orang tua itu berkata,
makhluk itu hanya ingin
menenggelamkan kamu. Kalau kamu pergi ke
sana, kamu akan terbenam
di dalam lumpur. Lebih baik pulang saja”.
3. Dongeng
Dongeng adalah cerita kreatif yang
diakui sebagai khayalan yang
bertujuan untuk menghibur. Dongeng
bukanlah sejarah. Meskipun
demikian, dongeng berisi wejangan atau
memberi pelajaran praktis kepada
masyarakat.
Berikut ini disajikan contoh dongeng
dari Ghana, berjudul Bapak,
Anak dan Keledai. “Seorang ayah dan anaknya laki-laki
menanam jagung;
menjualnya, dan menggunakan sebagian
keuntungannya untuk membeli
keledai. Ketika musim kemarau tiba,
mereka memanen talas dan bersiapsiap
mengangkutnya ke lumbung dengan
menggunakan keledai mereka.
Si ayah naik di atas keledai dan mereka
bertiga memulai perjalanannya.
Sampai mereka berjumpa dengan beberapa
orang. Heh, kau orang malas!
Kata orang-orang itu kepada si ayah. Kau
biarkan anakmu yang masih
muda itu berjalan bertelanjang kaki di
tanah yang panas itu, sedang kamu
duduk di atas keledai? Tidak malu
engkau! Si ayah memberikan tempatnya
kepada anaknya dan mereka meneruskan
perjalanan mereka bertemu
dengan seorang wanita tua. Apa? Anak
tidak berguna, kata wanita itu.
Kau biarkan ayahmu berjalan tanpa alas
kaki di tanah yang panas ini?
Tidak malukah engkau. Anaknya turun, dan
ayah maupun anaknya
berjalan kaki, dan ketika mereka
menuntun keledai itu di belakang mereka,
mereka berjumpa dengan seorang laki-laki
tua. Heh? Kau orang-orang
goblok, kata laki-laki tua itu. Kau punya
keledai dan kau berjalan tanpa
alas kaki di tanah itu, dan tidak
menaiki keledaimu? Dan demikianlah
seterusnya. Dengarlah kalau kamu
mengerjakan sesuatu dan orang lain
lewat, kerjakanlah saja apa yang kau
sukai”.
sumber : Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar