Jumat, 17 Mei 2013

Tradisi Lisan (mitos, legenda, dan dongeng)


Ada dua wujud bahasa, yaitu bahasa lisan dan tulis. Bahasa lisan telah
digunakan sejak awal peradaban manusia. Beberapa lama kemudian
manusia menemukan dan mengenal bahasa tulis. Penggunaan bahasa
lisan dan tulis dari dahulu hingga sekarang melahirkan tradisi lisan dan
tulis. Di antara banyak bahasa dan dialek di Indonesia, hanya delapan
yang memiliki tradisi sastra tulis, diantaranya adalah tradisi tulis Melayu,
tradisi tulis Aceh, tradisi tulis Bali, tradisi tulis Sunda, tradisi tulis Sumatera
Selatan, tradisi tulis Batak, dan tradisi tulis Sulawesi Selatan (Indonesia
Heritage, Jilid 10, 2002)
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih sangat mengandalkan
tradisi lisan dalam hal pemeliharaan dan pewarisan budaya masyarakat
dari generasi ke generasi. Seperti pemeliharaan dan penyampaian ilmu
pengetahuan, adat istiadat, sejarah, filsafat moral, agama, kedudukan
sosial, dan norma-norma masyarakat. Tradisi lisan menjelma dalam kisahkisah
lisan di berbagai daerah di Indonesia dengan berbagai nama.
Kisah lisan memiliki beberapa ciri yang lazim. Biasanya banyak sekali
–panjang lebar dan berlebihan dalam bahasa – menggunakan pola dan
susunan baku untuk membantu pencerita memproses ucapan dan
mengingat teksnya. Cerita tersusun dari serangkaian peristiwa yang benarbenar
terjadi, dongeng khayalan atau teks keagamaan. Pencerita
mengikuti kerangka kerja dasar, tetapi tak ada dua pencerita yang
menceritakan satu kisah dengan cara yang sama. Mereka akan
menambahkan gaya dan sikapnya sendiri, memperbesar peran tokohtokoh
tertentu yang mereka sukai (atau memperkecil yang tidak mereka
sukai) atau menambah kelucuannya, tergantung pada khalayak
pendengarnya (Indonesian Heritage, jilid 10 2002).
Peran sang pencerita (penutur) dan kedudukannya di masyarakat
tergantung pada setiap masyarakat. Pada beberapa masyarakat, para
pencerita diperlakukan sebagai dukun atau saman yang berhubungan
langsung dengan dewa. Di Indonesia kini, tradisi lisan harus bersaing
dengan cetakan, radio, televisi dan film. Sementara pendidikan massal,
yang terutama dilakukan dalam bahasa Indonesia, bahasa resmi negara,
cenderung menekankan yang sudah dominan, kebudayaan sastra dengan
mengorbankan yang kurang non sastra. Meneruskan pengetahuan yang
terwujud dalam teks lisan, “Tulisan lidah”, merupakan tantangan bagi
kebudayaan Indonesia yang sedang berubah sekarang (Indonesian
Heritage, jilid 10, 2002)
Berkembangnya industri penerbitan terutama untuk media cetak
seperti koran, majalah, buku, dan sebagainya, akhir-akhir ini apakah
mempengaruhi perkembangan tradisi lisan yang ada? Coba amatilah
mengapa generasi remaja sekarang lebih senang dengan budaya pop
atau modern seperti novel, sinetron, dan sebagainya dibandingkan
dengan seni budaya tradisional? Kemudian apakah kalian sendiri
juga masih senang dengan seni budaya tradisional? Coba peragakan
salah satu seni budaya tradisional yang kalian kuasai!
Tradisi lisan melahirkan cerita rakyat, seperti mitos, legenda dan
dongeng.
1. Mitos
Mitos adalah cerita tentang peristiwa-peristiwa semihistoris yang
menerangkan masalah-masalah akhir kehidupan manusia. Setiap
masyarakat pasti memiliki mitos, mitos pada dasarnya bersifat religius,
karena memberi rasio pada kepercayaan dan praktek keagamaan. Mitos
selalu bertemakan masalah pokok kehidupan manusia, seperti darimana
asal manusia dan segala sesuatu yang ada di dunia ini; mengapa manusia
ada di bumi, dan ke mana tujuan manusia? Mitos memberikan gambaran
dan penjelasan tentang alam semesta yang teratur, yang merupakan latar
belakang perilaku yang teratur.
Berikut ini disajikan contoh mitos tentang asal mula segala sesuatu
menurut alam pikiran suku Fon di Dahomey, Afrika Barat. “Pada asal
mulanya bintang-bintang kelihatan pada malam maupun siang hari.
Bintang malam hari adalah anak-anak bulan, dan bintang siang hari anakanak
matahari. Pada suatu hari bulan memberi tahu matahari bahwa anakanak
mereka ingin bersinar melebihi mereka. Untuk menghindarkan hal
itu mereka sepakat mengikat bintang itu dalam karung dan
melemparkannya ke samudera. Matahari mengerjakan yang pertama, dan
membersihkan langit dari bintang-bintang siang hari. Akan tetapi, bulan
yang busuk itu tidak memenuhi kewajibannya dan membiarkan semua
anak-anaknya di langit malam. Anak-anak matahari menjadi ikan-ikan
yang berwarna cerah di samudera. Sejak itu matahari menjadi bebuyutan
bulan, yang dikejar-kejarnya untuk membalas dendam karena kematian
bintang-bintang dilautan”.
2. Legenda
Legenda adalah cerita semihistoris yang turun temurun dari
zaman dahulu, yang menceritakan perbuatan-perbuatan pahlawan,
perpindahan penduduk dan pembentukan adat kebiasaan lokal. Legenda
merupakan campuran antara realisme dan supernatural, perpaduan antara
rasional dan irrasional. Fungsi legenda adalah untuk menghibur dan
memberi pelajaran serta membangkitkan atau menambahkan
kebanggaan orang terhadap keluarga, suku atau bangsanya.
Berikut ini disajikan contoh legenda pendek yang memberi pelajaran,
milik orang Abenakis Barat, yang berada di bagian barat laut New
England, Quebec Selatan. “Ini cerita tentang seorang anak laki-laki yang
kesunyian yang biasanya berjalan-jalan ke tepi sungai di Odanak atau
turun bukit menuju kedua rawa di tempat itu. Ia biasanya mendengar
orang memanggil namanya, tetapi kalau ia sampai di koam rawa-rawa
itu, tidak ada orang yang kelihatan atau terdengar. Akan tetapi kalau ia
berjalan pulang, ia mendengar namanya dipanggil-panggil lagi. Ketika ia
sedang duduk menunggu di tepi rawa datanglah seorang laki-laki yang
bertanya kepadanya, mengapa ia menunggu? Ketika anak itu
menceritakan kepadanya, orang tua itu berkata bahwa hal yang sama
terjadi pada zaman dahulu, apa yang didengarnya itu adalah makhluk
rawa dan menunjukkan rerumputan tinggi sebagai tempatnya
bersembunyi. Sesudah memanggil ia akan menenggelamkan diri di
belakang mereka, orang tua itu berkata, makhluk itu hanya ingin
menenggelamkan kamu. Kalau kamu pergi ke sana, kamu akan terbenam
di dalam lumpur. Lebih baik pulang saja”.
3. Dongeng
Dongeng adalah cerita kreatif yang diakui sebagai khayalan yang
bertujuan untuk menghibur. Dongeng bukanlah sejarah. Meskipun
demikian, dongeng berisi wejangan atau memberi pelajaran praktis kepada
masyarakat.
Berikut ini disajikan contoh dongeng dari Ghana, berjudul Bapak,
Anak dan Keledai. “Seorang ayah dan anaknya laki-laki menanam jagung;
menjualnya, dan menggunakan sebagian keuntungannya untuk membeli
keledai. Ketika musim kemarau tiba, mereka memanen talas dan bersiapsiap
mengangkutnya ke lumbung dengan menggunakan keledai mereka.
Si ayah naik di atas keledai dan mereka bertiga memulai perjalanannya.
Sampai mereka berjumpa dengan beberapa orang. Heh, kau orang malas!
Kata orang-orang itu kepada si ayah. Kau biarkan anakmu yang masih
muda itu berjalan bertelanjang kaki di tanah yang panas itu, sedang kamu
duduk di atas keledai? Tidak malu engkau! Si ayah memberikan tempatnya
kepada anaknya dan mereka meneruskan perjalanan mereka bertemu
dengan seorang wanita tua. Apa? Anak tidak berguna, kata wanita itu.
Kau biarkan ayahmu berjalan tanpa alas kaki di tanah yang panas ini?
Tidak malukah engkau. Anaknya turun, dan ayah maupun anaknya
berjalan kaki, dan ketika mereka menuntun keledai itu di belakang mereka,
mereka berjumpa dengan seorang laki-laki tua. Heh? Kau orang-orang
goblok, kata laki-laki tua itu. Kau punya keledai dan kau berjalan tanpa
alas kaki di tanah itu, dan tidak menaiki keledaimu? Dan demikianlah
seterusnya. Dengarlah kalau kamu mengerjakan sesuatu dan orang lain
lewat, kerjakanlah saja apa yang kau sukai”.

sumber : Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar