Jumat, 24 Mei 2013

Budaya Lokal


A. Budaya Lokal
Pada awal pembentukan disiplin antropologi di Indonesia, para ahli
etnografi berusaha untuk mendeskripsikan berbagai macam kebudayaan
yang tersebar luas di tanah air. Penelitian tersebut ditulis dalam buku
Manusia dan Kebudayaan di Indonesia karangan Koentjaraningrat yang
berisi esai atau kumpulan tulisan mengenai laporan etnografi kebudayaan
suku bangsa di Indonesia.
1. Konsep Budaya Lokal
Budaya lokal biasanya didefinisikan sebagai budaya asli dari
suatu kelompok masyarakat tertentu. Menurut J.W. Ajawaila, budaya
lokal adalah ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal.
Akan tetapi, tidak mudah untuk merumuskan atau mendefinisikan
konsep budaya lokal. Menurut Irwan Abdullah, definisi kebudayaan
hampir selalu terikat pada batas-batas fisik dan geografis yang jelas.
Misalnya, budaya Jawa yang merujuk pada suatu tradisi yang
berkembang di Pulau Jawa. Oleh karena itu, batas geografis telah
dijadikan landasan untuk merumuskan definisi suatu kebudayaan
lokal. Namun, dalam proses perubahan sosial budaya telah muncul
kecenderungan mencairnya batas-batas fisik suatu kebudayaan. Hal
itu dipengaruhi oleh faktor percepatan migrasi dan penyebaran
media komunikasi secara global sehingga tidak ada budaya lokal
suatu kelompok masyarakat yang masih sedemikian asli.
Menurut Hildred Geertz dalam bukunya Aneka Budaya dan
Komunitas di Indonesia, di Indonesia saat ini terdapat lebih 300
dari suku bangsa yang berbicara dalam 250 bahasa yang berbeda
dan memiliki karakteristik budaya lokal yang berbeda pula.
Wilayah Indonesia memiliki kondisi geografis dan iklim yang
berbeda-beda. Misalnya, wilayah pesisir pantai Jawa yang beriklim
tropis hingga wilayah pegunungan Jayawijaya di Provinsi Papua yang
bersalju. Perbedaan iklim dan kondisi geografis tersebut berpengaruh
terhadap kemajemukan budaya lokal di Indonesia.
Pada saat nenek moyang bangsa Indonesia datang secara
bergelombang dari daerah Cina Selatan sekitar 2000 tahun sebelum
Masehi, keadaan geografis Indonesia yang luas tersebut telah
memaksa nenek moyang bangsa Indonesia untuk menetap di daerah
yang terpisah satu sama lain. Isolasi geografis tersebut meng4
Khazanah Antropologi SMA 1
akibatkan penduduk yang menempati setiap pulau di Nusantara
tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa yang hidup terisolasi dari
suku bangsa lainnya. Setiap suku bangsa tersebut tumbuh menjadi
kelompok masyarakat yang disatukan oleh ikatan-ikatan emosional
serta memandang diri mereka sebagai suatu kelompok masyarakat
tersendiri. Selanjutnya, kelompok suku bangsa tersebut mengembangkan
kepercayaan bahwa mereka memiliki asal-usul keturunan
yang sama dengan didukung oleh suatu kepercayaan yang berbentuk
mitos-mitos yang hidup di dalam masyarakat.
Kemajemukan budaya lokal di Indonesia tercermin dari
keragaman budaya dan adat istiadat dalam masyarakat. Suku bangsa
di Indonesia, seperti suku Jawa, Sunda, Batak, Minang, Timor, Bali,
Sasak, Papua, dan Maluku memiliki adat istiadat dan bahasa yang
berbeda-beda. Setiap suku bangsa tersebut tumbuh dan berkembang
sesuai dengan alam lingkungannya. Keadaan geografis yang terisolir
menyebabkan penduduk setiap pulau mengembangkan pola hidup
dan adat istiadat yang berbeda-beda. Misalnya, perbedaan bahasa
dan adat istiadat antara suku bangsa Gayo-Alas di daerah
pegunungan Gayo-Alas dengan penduduk suku bangsa Aceh yang
tinggal di pesisir pantai Aceh.
Menurut Soekmono dalam Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia
I, masyarakat awal pada zaman praaksara yang datang
pertama kali di Kepulauan Indonesia adalah ras Austroloid sekitar
20.000 tahun yang lalu. Selanjutnya, disusul kedatangan ras
Melanosoid Negroid sekitar 10.000 tahun lalu. Ras yang datang
terakhir ke Indonesia adalah ras Melayu Mongoloid sekitar 2500
tahun SM pada zaman Neolithikum dan Logam. Ras Austroloid
kemudian bermigrasi ke Australia dan sisanya hidup di di Nusa
Tenggara Timur dan Papua. Ras Melanesia Mongoloid berkembang
di Maluku dan Papua, sedangkan ras Melayu Mongoloid menyebar
di Indonesia bagian barat. Ras-ras tersebut tersebar dan membentuk
berbagai suku bangsa di Indonesia. Kondisi tersebut juga mendorong
terjadinya kemajemukan budaya lokal
berbagai suku bangsa di Indonesia.
Menurut James J. Fox, di Indonesia
terdapat sekitar 250 bahasa daerah, daerah
hukum adat, aneka ragam kebiasaan, dan adat
istiadat. Namun, semua bahasa daerah dan
dialek itu sesungguhnya berasal dari sumber
yang sama, yaitu bahasa dan budaya Melayu
Austronesia. Di antara suku bangsa Indonesia
yang banyak jumlahnya itu memiliki dasar
persamaan sebagai berikut.
Sumber : Indonesian Heritage 2
Gambar 1.1 Berbagai suku bangsa di Indonesia
Budaya Lokal, Budaya Asing, dan Hubungan Antarbudaya 5
a. Asas-asas yang sama dalam bentuk persekutuan
masyarakat, seperti bentuk rumah dan adat perkawinan.
b. Asas-asas persamaan dalam hukum adat.
c. Persamaan kehidupan sosial yang berdasarkan asas
kekeluargaan.
d. Asas-asas yang sama atas hak milik tanah.
2. Ciri Budaya Lokal
Ciri-ciri budaya lokal dapat dikenali dalam bentuk
kelembagaan sosial yang dimiliki oleh suatu suku bangsa.
Kelembagaan sosial merupakan ikatan sosial bersama di
antara anggota masyarakat yang mengoordinasikan tindakan
sosial bersama antara anggota masyarakat. Lembaga sosial
memiliki orientasi perilaku sosial ke dalam yang sangat kuat.
Hal itu ditunjukkan dengan orientasi untuk memenuhi
kebutuhan anggota lembaga sosial tersebut. Dalam lembaga
sosial, hubungan sosial di antara anggotanya sangat bersifat
pribadi dan didasari oleh loyalitas yang tinggi terhadap
pemimpin dan gengsi sosial yang dimiliki. Bentuk
kelembagaan sosial tersebut dapat dijumpai dalam sistem
gotong royong di Jawa dan di dalam sistem banjar atau ikatan
adat di Bali. Gotong royong merupakan ikatan hubungan
tolong-menolong di antara masyarakat desa. Di daerah
pedesaan pola hubungan gotong royong dapat terwujud dalam
banyak aspek kehidupan. Kerja bakti, bersih desa, dan panen
bersama merupakan beberapa contoh dari aktivitas gotong
royong yang sampai sekarang masih dapat ditemukan di
daerah pedesaan. Di dalam masyarakat Jawa, kebiasaan
gotong royong terbagi dalam berbagai macam bentuk. Bentuk
itu di antaranya berkaitan dengan upacara siklus hidup
manusia, seperti perkawinan, kematian, dan panen yang
dikemas dalam bentuk selamatan.
Sumber: Indonesia Membangun
Gambar 1.2 Gotong
royong
ntropologia
Clifford Geertz, seorang antropolog dari
Amerika Serikat yang banyak menulis
mengenai kebudayaan Bali dan Jawa
menguraikan gambaran acara selamatan
dalam masyarakat Jawa dalam karya
monumentalnya The Religion of Java
(Abangan, Santri, dan Priyayi). Karya ini
memberikan gambaran bahwa salah satu
aspek dari kebudayaan masyarakat Jawa
yang tak lekang dimakan usia adalah
budaya selamatan. Sampai sekarang, kita
masih bisa menemukan acara selamatan
meskipun dalam kemasan yang berbeda
di daerah perkotaan dan pedesaan.
Karyanya mengenai kebudayaan Bali yang
begitu detail dan kaya akan data lapangan
serta interpretasi yang mengagumkan
ditulis dalam buku NEGARA The Theatre
State in Nineteenth Century Bali (Negara
Teater: Kerajaan-Kerajaan di Bali Abad
Sembilan Belas).
6 Khazanah Antropologi SMA 1
Di dalam masyarakat Jawa, pelaksanaan selamatan ada yang
dilakukan secara individual ataupun secara kolektif. Tujuannya adalah
untuk memperkuat ikatan sosial masyarakat yang dilakukan oleh suatu
kelompok sosial tertentu. Misalnya, keraton Yogyakarta dan Surakarta
adalah kelompok masyarakat yang paling sering melakukan ritual
selamatan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, seperti gerebeg,
sedekah bumi, upacara apeman, dan gunungan yang masih dilaksanakan
sampai sekarang.
Di daerah Bali, beberapa bentuk kebudayaan lokal masih
dilaksanakan sampai saat ini. Misalnya, mebanten atau membuat sesaji
setiap hari sebanyak tiga kali oleh masyarakat Bali sebagai perwujudan
rasa syukur, hormat, dan penyembahan kepada Tuhan. Konsep
kepercayaan masyarakat Bali yang menjadi budaya adalah adat untuk
melilitkan kain berwarna hitam dan putih pada batang pohon yang besar,
Sumber: www.friendster.com
Gambar 1.3 Upacara Ngaben di Pulau Bali
tiang, dan bangunan di setiap daerah di Pulau
Bali. Selain itu, contoh budaya lokal adalah
upacara Ngaben yang saat ini menjadi
tontonan para wisatawan yang datang ke Bali.
Ngaben adalah upacara tradisi membakar
jenazah orang yang sudah meninggal sebagai
bentuk penghormatan terhadap orang yang
sudah meninggal.
Salah satu aktivitas masyarakat Bali
yang diikat oleh prinsip kebudayaan lokal
adalah sistem pengairan di Bali yang disebut
Subak. Subak adalah salah satu bentuk gotong
royong atau sistem pengelolaan air untuk
mengairi lahan persawahan berbentuk organisasi yang anggotanya diikat
oleh pura subak. Di dalam sistem subak terdapat pembagian kerja
berdasarkan hak dan kewajiban sebagai anggota subak. Oleh karena itu,
apabila ada warga yang tidak menjadi anggota maka ia tidak berhak
atas jatah air untuk mengairi sawahnya dan mengurus pura serta bebas
dari semua kewajiban di sawah dan pura.
Budaya lokal di Indonesia mempunyai berbagai perbedaan. Sukusuku
bangsa yang sudah banyak bergaul dengan masyarakat luar dan
bersentuhan dengan budaya modern, seperti suku Jawa, Minangkabau,
Batak, Aceh, dan Bugis memiliki budaya lokal yang berbeda dengan
suku bangsa yang masih tertutup atau terisolasi seperti suku Dayak di
pedalaman Kalimantan atau suku bangsa Wana di Sulawesi Tengah.
Perbedaan budaya tersebut bisa menimbulkan konflik sosial akibat
adanya perbedaan perilaku yang dilandasi nilai-nilai budaya yang
berbeda. Oleh karena itu, diperlukan konsep budaya yang mengandung
nilai kebersamaan, saling menghormati, toleransi, dan solidaritas antarwarga
masyarakat yang hidup dalam komunitas yang sama. Misalnya,
Budaya Lokal, Budaya Asing, dan Hubungan Antarbudaya 7
para mahasiswa yang tinggal di rumah indekos di Yogyakarta. Para
mahasiswa tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang
memiliki budaya dan adat istiadat yang berbeda-beda. Perbedaan budaya
tersebut bisa menimbulkan konflik sosial dalam kehidupan sehari-hari
apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan rasa
toleransi dan saling menghormati antarpenghuni rumah indekos. Sikap
toleransi antarpenghuni rumah indekos tersebut akan muncul apabila
didasari prinsip relativisme budaya yang memandang bahwa setiap
kebudayaan tersebut berbeda dan unik serta tidak ada nilai-nilai budaya
suatu kelompok yang dianggap lebih baik atau buruk dibanding
kelompok lainnya.

sumber : http://www.4shared.com/office/lvSaL65n/sma11antro_KhazanahAntropologi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar