Jumat, 17 Mei 2013

Pengertian dialek


Pernahkah kalian pergi ke luar daerah tempat tinggal kalian dan mendengar orang-orang di daerah tersebut berbicara dengan tutur kata dan gaya berbicara yang berbeda dengan kalian, selanjutnya apa yang terlintas dalam pikiran kalian ketika mendengar kata dialek? Ada orang
yang mengatakan dialek adalah substandar atau standar rendah dari suatu bahasa, dialek sering dihubungkan prestis seseorang atau kelompok. Ada, juga yang mengatakan bahwa dialek sering dihubungkan dengan bahasa, terutama bahasa tutur dalam daerah tertentu. Ada lagi yang mengatakan bahwa dialek adalah beberapa bentuk penyimpangan berbahasa dikaitkan
dengan standar baku berbahasa. Masih banyak lagi orang yang memberikan gambaran berbeda dibenaknya ketika mendengar kata dialek. Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983), istilah dialek berasal dari kata Yunani dialektos. Pada mulanya dipergunakan
dalam hubungannya dengan keadaan bahasa. Di Yunani terdapat perbedaan-perbedaan kecil di dalam bahasa yang dipergunakan pendukungnya masing-masing, tetapi hal tersebut tidak sampai
menyebabkan mereka merasa mempunyai bahasa yang berbeda. Perbedaan tersebut tidak mencegah mereka untuk secara keseluruhan merasa memiliki satu bahasa yang sama. Oleh karena itu, ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan
(Meillet, 1967 : 69 - 70). Dialek adalah logat berbahasa. Dialek adalah perlambangan dan
pengkhususan dari bahasa induk. Menurut Weijnen, dkk yang dikutip oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983) dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk membedakan dari masyarakat lain.
Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983), ada 2 (dua) ciri yang dimiliki dialek, yaitu:
a. Dialek ialah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama.
b. Dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa. (Meillet 1967: 69).
Dengan meminjam kata-kata Claude Fauchet, dialek ialah mots de leur terroir yang berarti dialek adalah kata-kata di atas tanahnya (Chaurand, 1972: 149), yang di dalam perkembangannya kemudian menunjuk kepada suatu bahasa daerah yang layak dipergunakan dalam
karya sastra daerah yang bersangkutan. Pada perkembangannya tersebut, kemudian salah satu dialek yang kedudukannya sederajat itu sedikit demi sedikit diterima sebagai bahasa
baku oleh seluruh daerah.Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor subyektif maupun obyektif. Faktor-faktor yang menentukan penobatan suatu dialek menjadi bahasa baku terutama politik, kebudayaan dan ekonomi (Meillet, 1967: 72). Di dalam proses tersebut,  kaum perantara juga turut berjasa di antaranya mereka yang berpendidikan dan menguasai bahasa budayanya (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1983). Proses perkembangan dialek bermula pada kelompok yang berpendidikan. Dwibahasawan mereka mempergunakan koine, yaitu
ungkapan-ungkapan bahasa baku sebagai bahasa budaya, dan dialek sebagai bahasa praja. Koine mereka pergunakan untuk sesama mereka, dan dialek mereka pergunakan jika berkomunikasi dengan penduduk setempat, petani dan kelompok sederhana lainnya. Sementara itu penduduk
sendiri adalah ekabahasawan. Walaupun mereka mengagumi koine, tapi mereka hanya mempergunakan dialek saja. Pada tahap berikutnya, masyarakat berpendidikan itu menjadi ekabahawasan. Mereka menghindari pemakaian dialek yang sudah kehilangan dasar-dasar
kaidahnya. Sejak itu penduduk bahasanya menjadi dwibahasawan. Pada mulanya mereka belum memenuhi semua persyaratan bahasa baku tersebut, tergantung kepada taraf pendidikan mereka. Di samping itu mereka tetap mempergunakan dialek di antara sesama mereka saja (Gairaud, 1970: 7-8, di kutip oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1983).

Sumber : Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar