Ada berbagai ragam penggunaan bahasa di masyarakat dari
dahulu hingga sekarang. Tempat, lawan bicara, dan tujuan mempengaruhi pemilihan
kata-kata dalam berbahasa. B. Suhardi dan B.
Cornelius Sembiring
dalam buku Pesona
Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguistik (2005),
mengutarakan 5 (lima) ragam bahasa, yaitu:
a. Ragam bahasa intimate
Ragam bahasa intimate digunakan untuk orang yang memiliki hubungan
sangat akrab dan intim, biasanya digunakan oleh kawula muda. Contohnya adalah ‘gue, lo, bete, ember, dan memang.
b. Ragam bahasa casual
Ragam bahasa casual digunakan dalam situasi tidak resmi dan santai.
Dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling mengenal (tidak intim).
Bentuk bahasa yang digunakan tidak baku.
c. Ragam bahasa consultative
Ragam bahasa consultative digunakan untuk tawar menawar oleh penjual-pembali,
tanya jawab antara siswa dan gurunya. Ciri bahasa consultative adalah pilihan
kata yang digunakan berpusat pada transaksi atau pertukaran informasi.
d. Ragam bahasa formal
Ragam bahasa formal digunakan dalam rapat atau diskusi resmi.
Ciri khas bahasa formal adalah pilihan kata dan kalimat yang lengkap serta
akurat, yang mencerminkan jarak hubungan dan situasi formal di antara peserta
diskusi.
e. Ragam bahasa frozen
Ragam bahasa frozen digunakan pada acara ritual dan
seremonial, sering digunakan oleh hakim, jaksa dan pembela di dalam sidang pengadilan.
Disebut beku (frozen) karena ungkapan dan istilah yang dipakai tetap dan tidak
memungkinkan adanya perubahan satu patah
kata pun. Bahkan tekanan pelafalannya pun tidak boleh berubah
sama sekali.
Dengan mengamati ragam penggunaan bahasa, maka bahasa dengan sendirinya
memiliki beberapa fungsi. B. Suhardi dan B.
Cornelius Sembiring
dalam buku Pesona
Bahasa, Langkah Awal Memahami Linguisti (2005),
mengutarakan 7 (tujuh) fungsi bahasa, yang digambarkan sebagai berikut (fungsi
bahasa diwakili kata yang dicetak miring).
a. Situasi (Kontekstual)
b. Pesan (Referensial)
c. Penutur (Konatif/Direktif)
d. Mitra Tutur
(Emotif)
e Jalur (Fatis)
f. Bentuk Pesan (Puitis)
g. Aspek Bahasa (metalinguistik)
Pengertian dan contoh dari ketujuh fungsi bahasa itu
dikemukakan B. Suhardi dan B.
Cornelius Sembiring dalam buku Pesona Bahasa,
Langkah Awal Memahami Linguisti (2005), sebagai berikut. Pengertian fungsi bahasa kontekstual dapat diperoleh dari contoh
ketika seorang guru
mengatakan, “Baik, mari kita mulai”, dan “Ujian selesai,
tidak ada yang diperkenankan menulis lagi”, ungkapan itu menyebabkan berubahnya
situasi. Ujaran tersebut memberi tekanan pada waktu (bagian dan setting). Karena
itu, fungsi bahasa tersebut adalah kontekstual.
Fungsi bahasa emotif terfokus
pada penuturnya saat menyatakan perasaannya yang terwujud dalam rasa senang atau
rasa kesal, seperti “Horeee” atau “Sialan”. Fungsi bahasa direktif terforkus pada mitra tutur yang
sering diwujudkan dalam bentuk seruan atau suruhan, seperti,
“Tolong” atau “Pelan-pelan”. Fungsi referensial terwujud dalam tuturan yang mengutamakan isi atau topik
pembicaraan. Contohnya adalah komentator sepakbola yang sedang mengulas
jalannya pertandingan sepakbola.
Fungsi fatis (phatic) timbul dalam
tuturan yang mengutamakan tersambungnya atau terbukanya jalur tuturan (channel).
Contoh ungkapan fatis sering terlihat dalam ucapan atau salam seseorang kepada
orang lain sekadar untuk mengisi kekakuan suasana atau membuka pembicaraan.
Mislanya, “Mau ke mana?” atau “Apa kabar?”. Fungsi puitis terwujud karena pusat perhatian
terfokus pada bentuk pesan. Contohnya tulisan atau goresan ditembok-tembok
tempat umum dalam bentuk grafik atau dalam karya sastra. Fungsi metalinguistik terwujud dalam ungkapan
atau bahasa terpusat pada makna atau batasan istilah. Contohnya terdapat dalam
bentuk rumus dan definisi, seperti “Merdeka berarti bebas”, dan “Bandung adalah
ibu kota Jawa Barat”.
sumber : Antropologi Kontekstual XI SMA/MA Program Bahasa
Ijin Copy
BalasHapusSebelumnya makasih yah....
Cantik deh nurul!